BERMAIN CATUR
SENI LUKIS KARYA
HERI DONO
Abstrast:
The painting "playing
chess" by Heri Dono does not simply represent the game of chess naturally
but primarily aims at giving critiques using a humanistic approach. The
critiques are presented in a pictorial language intended as satires for the
authority without causing any offense, for
their humorous appearance. To find out the meaning of this painting as well as
the artistic ideas and expression behind it, this study investigates its visual
aspects as seen from the cultural, aesthetic, and semiotic perspectives.
Key
words: Heri Dono's
painting, playing chess, artistic ideas and expression
Lukisan
Heri Dono, adalah hasil cipta, karsa, dan rasa, yang mempunyai nilai estetik,
artistik, serta mempunyai tujuan dalam penciptaannya. Sebagai karya estetik,
karya seni tersebut mempunyai nilai universal, artinya bisa dinikmati oleh
orang lain, boleh diinterpretasi sesuai dengan kapasitas estetis pengamatnya.
Karya seni sebagai produk estetik, di dalamnya terdapat berbagai informasi
objektif, karena produk fisik tersebut mempunyai nilai kebendaan, mempunyai
unsur-unsur yang lazim, dapat diamati (dilihat), dapat diraba (tekstur), dan
ada unsur-unsur yang riil di dalamnya. Karya seni lukis memanfaatkan media
(kanvas), menggunakan cat (warna), sehingga bisa dilihat warna, bentuk, garis,
dan bidangnya, dan bisa dirasakan keberadaannya.
|
Dalam kancah apresiasi, dan dalam upaya untuk bisa memahami karya Heri Dono, bisa ditinjau dari kajian semiotik, dan diawali dari tinjauan sematiknya. Tinjauan semantik adalah menterjemahkan objek dari hubungan unsur-unsur (denotata), serta makna yang muncul dibalik bentuk-bentuk visual yang ada pada unsur (konotata). Tinjauan semiotik adalah sistem dari analisis tanda yang diasosiasikan oleh Pierce (1958) dalam Berger (2000) yang memfokuskan pada atribut-atribut tanda yang bersifat ikonik, indeksikal dan simbolik.
Bermain
Catur dapat dikatakan sebagai ekspresi individual dan ekspresi kultural Heri
Dono, karena seniman tidak hanya sebagai subjek personal, tetapi sekaligus
subjek kolektif. Sebagai subjek kolektif, seniman terikat oleh latar sosial
budayanya yang khas, sehingga nilai identitas lokalnya akan selalu terbawa
serta. Sementara pada sisi lain, kondisi budaya Indonesia bersifat plural dan
multikultural. Dikatakan plural karena terdapat beraneka ragam budaya lokal,
sedangkan dialog antar budaya lokal selalu terjadi dan memunculkan situasi
multi kultural (Janali, 2004:1). Heri Dono adalah salah satu seniman, yang
menekuni karyanya dan sering pameran. Heri Dono pernah mengungkapkan kondisi
sosio politik dan sosio kultural yang melatarbelakangi karya-karyanya, seperti
karya-karyanya yang berjudul: Lahir dan Bebas (2004), Dewa Ruci (2002),
Political Clowns (1996), Superman Baru Belajar Memakai Calana Dalam (2000),
Perjalanan ke Planet Mars (2003-2004). Begitu juga karya yang berjudul bermain
catur (1994-1996). Unsur-unsur yang nampak pada karya Heri Dono Bermain Catur ,
bukan bermain catur biasa, yang menggunakan papan catur dengan pion, kuda, patih
dan raja. Visualisasi papan catur adalah penggambaran papan catur politik. Hal
ini bisa dibaca dengan jelas, seperti pada objek manusia-manusia yang
digambarkan sebagai pion, dan dimainkan oleh dua orang tokoh besar, yang divisualkan
sebagai Tentara yang sudah di deformasi seperti Petruk (wayang), serta
mempunyai pion-pion hasil dari bermain catur itu. Unsur warna, bentuk, tekstur,
dan keruangan, yang ditata secara acak tetapi harmonis dan bermakna.
Keharmonisan karya Heri Dono yang berjudul Bermain Catur ini akibat dari upaya
melakukan deformasi pada seluruh objek secara bebas, dengan perpaduan warna
yang didominasi oleh warnawarna coklat, kuning, dan hijau kecoklatan.
TINJAUAN BUDAYA
BERMAIN CATUR KARYA HERI DONO
Sebagai
hasil kreasi dan budi daya yang melibatkan latar sosial kultural, karya Heri
Dono yang berjudul Bermain Catur termasuk dalam hasil kebudayaan. Kebudayaan
dapat diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum,
adat-istiadat atau sistem makna yang terjalin secara menyeluruh melalui
simbol-simbol yang ditransmisikan secara historis, yang merupakan pegangan
hidup bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Karya Heri Dono tersebut
merupakan cerita tentang perubahanperubahan; riwayat manusia yang selalu
memberi wujud baru kepada pola pola kebudayaan yang sudah ada. Tampilan karya
Heri Dono, mewujudkan karya-karya seni lukis yang baru, dengan tidak lagi
mengindahkan bentuk manusia yang realistis, namun sudah dideformasi sedemikian
rupa, sehingga terbentuk manusia-manusia yang seperti Heri Dono ungkapkan. Karya
seni lukis yang merupakan hasil kebudayaan, seperti yang diungkapkan oleh
Rohendi (2000), kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan,
kepercayaan, nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai mahluk sosial; yang
isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan atau sistem-sistem makna
yang terjalin secara menyeluruh dalam simbolsimbol yang ditransmisikan secara
historis. Model-model pengetahuan ini digunakan secara selektif oleh warga
masyarakat pendukungnya untuk berkomunikasi, melestarikan dan menghubungkan
pengetahuan, bersikap serta bertindak dalam menghadapi lingkungannya untuk
memenuhi berbagai kebutuhannya (Geertz, lihat juga Suparlan, dalam Rohidi,
2000:22). Kebudayaan merupakan pedoman hidup yang berfungsi sebagai blueprint
atau desain menyeluruh bagi kehidupan warga masyarakat pendukungnya;
sebagai sistem simbol, pemberian makna, model kognitif yang ditransmisikan melalui
kode-kode simbolik, dan juga merupakan strategi adaptif untuk melestarikan dan
mengembangkan kehidupan dalam menyiasati lingkungan dan sumber daya di
sekelilingnya (Rohidi, 2000:22-23).
TINJAUAN ESTETIS
BERMAIN CATUR KARYA HERI DONO
Bila
kita mengacu pada metodologi penelitian Budaya Rupa (Sachari, 2005);
diketengahkan bahwa model pendekatan estetik dapat dilakukan atas dua sisi,
yaitu: (1) pendekatan melalui filsafat seni, dan (2) pendekatan melalui kritik
seni. Dalam kajian filsafat seni, objek seni dapat diamati sebagai sesuatu yang
mengandung makna simbolik, makna sosial, makna budaya, makna keindahan, makna
ekonomi, makna penyadaran, maupun religius. Sedangkan dalam kajian kritik seni,
seperti dinamika gaya, teknik pengungkapan, tema karya, ideologi estetik,
pengaruh terhadap gaya hidup, hubungan dengan perilaku, dan berbagai hal yang
sementara ini memiliki dampak terhadap lingkungannya (Sachari, 2005:119). Lukisan
Heri Dono, yang berjudul Bermain Catur mengandung makna simbolis, makna sosial,
makna keindahan, dan makna kesadaran. Lukisan Bermain Catur , mempunyai makna
simbolis, sebab permainan catur selain sebagai olah raga, juga merupakan simbol
permainan yang bermakna politik. Pecatur mampu menggunakan media mata catur
untuk mengatur strategi mengalahkan lawan bermainnya. Bermain Catur mem-punyai
makna sosial juga, karena dalam permainan catur telah ada aturan permainan yang
sesuai dengan kaidah-kaidah sosialnya, sehingga pemain catur tidak bisa seenaknya
melakukan permainan. Bermain catur tidak bisa sendirian, harus melibatkan orang
lain sebagai lawannya, serta pengamat untuk mengawasi jalannya catur. Siapapun
yang bermain, aturannya sama. Bermain Catur mempunyai makna keindahan, karena
lukisan Heri Dono, merupakan karya estetis dan artistik. Mempunyai nilai
etetis, setelah karya tersebut diamati oleh orang lain sebagai apresitornya,
yang mempunyai kapasitas menimbulkan tanggapan estetik pada diri penghayatnya. Dalam
proses penciptaannya, Heri Dono juga melibatkan berbagai unsur psikologisnya,
di antaranya unsur mengamati, berimajinasi, dan mengekspresikan. Proses
mengamati tidak sekedar melihat, tetapi melihat dengan mata pikiran, imajinasi
dan kreativitas. Melihat adalah aktivitas yang aktif dan proses dinamis.
Penglihatan mampu memberikan kita pada persepsi, dimensi, dan meransang untuk berimajinasi.
Melihat tidak selalu ada kaitannya dengan apa yang kita lihat dengan yang kita
yakini sebagai objek, maupun hubungan antar objek. Objek yang diamati dipandang
sebagai suatu karakteristik visual, seperti ukuran, bentuk, warna dan
teksturnya. Dalam proses berkarya, pelukis juga melibatkan unsur imajinasi,
karena mata pikiran kita mampu melihat pandangan yang mendalam, yang tidak terbatas
pada tempat, dan saat itu saja. Mata pikiran dapat membentuk, memanipulasi, dan
mentransformasikan imajinasi di luar batas-batas waktu dan ruang yang normal
(Ching, 2002:137-139). Walaupun demikian, imajinasi tersebut seringkali hanya
samar-samar dan sulit ditangkap, serta sangat mudah hilang. Untuk itu perlu
dibuka kembali ingatan visual dalam imajinasi tersebut. Imajinasi dibentuk
berdasarkan ingatan visual dari persepsi yang telah lampau. Jadi semakin banyak
yang pernah kita lihat dari alam, atau peristiwa yang mengesankan, semakin kaya
perbendaharaan imajinasi visual kita, dan akhirnya semakin suburlah imajinasi
tersebut. Oleh karena itu imajinasi memungkinkan kita untuk mengenali peristiwa
masa lalu, dan merencanakan masa depan.
Tinjauan
Semiotik Bermain Catur karya Heri Dono
Tinjauan
Semiotik adalah tinjauan tentang tanda atau penandaan. Seperti kata Lechte
(2001, dalam Sobur, 2004), semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki
semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs tanda-tanda ,
dan berdasarkan pada sign system (code)/ sistem tanda . Di dalam
tinjauan semiotik, ada unsur-unsur sintaksis dan semantiknya.
Sintaksis
dan semantik dapat digunakan untuk menganalisis dari karya Heri Dono, yang
merupakan hubungan formalistik dari unsur-unsur yang ada. Analisis sintaksis
menguraikan hubungan-hubungan antar unsur yang ada, sedangkan semantik
berpadanan dengan kata semantique dalam, bahasa Perancis, yang diserap
sebagai pemaknaan (Pateda, 2001:2-3).
Tinjuan
pragmatis, memaknai bahwa permainan catur bisa memberikan kesan bermain
politik, bermain peran, dan juga bermain dalam budaya. Ide untuk menggerakkan
catur ke arah permainan, merupakan suatu aktivitas otak. Berarti bermain itu
harus menggunakan strategi, menggunakan taktik, menggunakan kekuasaan,
menggunakan kekerasan, dan juga menggunakan kelicikan. Aktivitas tersebut
merupakan sumber imajinasi, dan semuanya bisa dikesankan oleh Lukisan Heri Dono
Bermain Catur . Menurut Pierce, logika mempelajari bagaimana orang bernalar,
berpikir, berkomunikasi, dan memberi makna apa yang ditampilkan oleh alam kepada
orang lain melalui tanda. Pemaknaan tanda bagi Pierce bisa berarti sangat luas,
baik dalam linguistik maupun tanda-tanda lainnya yang bersifat umum. Sedangkan
Sausure lebih banyak menekankan tanda-tanda sebagai dasar untuk mengembangkan
teori linguistik umum. Sausure beranggapan bahwa tanda-tanda lingusitik
mempunyai kelebihan dari sistem semiotika yang lainnya. Pierce menghendaki
semiotik dapat bersifat umum dan dapat diterapkan dalam segala hal yang
berhubungan dengan tanda (Sachari, 2005:62).
Analisis
struktural pada semiotik adalah tinjauan struktur riil yang dihubungkan dengan
struktur non riil, yang dikaitkan dengan kehadiran manusia secara hakiki.
Menurut Berger (1984) yang diterjemahkan oleh Dwi Marianto, 2000, dijelaskan
bahwa Kekosongan berarti apa saja dalam kekosongannya itu sendiri dan
segala sesuatunya baru bermakna karena adanya suatu relasi sejenis yang
diletakkannya(dimaknainya). Hubungan ini dapat bersifat tersurat maupun
tersirat tetapi dengan satu atau lain cara hubungan itu pasti ada. Strukturalisme
menurut Philip Pettit (dalam Burger, 1984); strukturalisme adalah gerakan
pemikiran yang menekankan dan memformulasikan kasus semiologi; biasanya pada
tataran konseptual, tetapi juga dalam upayaupaya pada analisis emperikal.
Secara garis besar istilah-istilah itu dapat dipertukarkan. Hawkes (dalam
Berger, 1984) berpendapat, bahwa yang penting bagi strukturalisme adalah bahwa
dunia terbuat dari hubunganhubungan daripada benda-benda, sebuah konsep yang
ditemukan Sausure dan dipergunakan dalam analisa linguistik. Beberapa orang
berpendapat bahwa apa yang dulunya kita sebut strukturalisme, sekarang kita
sebut semiologi atau semiotik. Pendapat lainnya menurut Culler (1875, dalam
Berger, 1984) yang menggunakan istilah Structuralist Poetics, yaitu Kaum
strukturalis telah terbiasa mengikuti pandangan Jacobson dan menggunakan oposisi
biner sebagai prinsip dasar dari cara kerja otak manusia untuk mengartikan suatu
kata unsur-unsur logika merupakan kelipatan persekutuan terkecil dari seluruh
pemikiran. Dalam analisis struktur pada lukisan Heri Dono yang berjudul Bermain
Catur dapat dihubungkan struktur riil, adalah sebagai berikut:
1.
Permainan Catur (Qualisign)
2.
Papan Catur
3.
Mata Catur
4.
Pecatur (Sinsign)
5.
Aturan percaturan (Legisign)
Permainan
catur (Qualisign) adalah permainan yang mengatur strategi untuk
berperang, dan menghancurkan lawan, dengan tata aturan (legisign) yang
sudah baku. Permainan ini bisa dilakukan dengan kejujuran, tetapi juga bisa
dengan kelicikan; artinya mempengaruhi lawan pemain untuk lengah atau
terangsang, sehingga kontrol terhadap strategi yang dilakukan bisa ceroboh. Papan
Catur adalah gelanggang untuk permainan, dengan dibatasi oleh ruang yang telah
diatur dalam permainan. Kedudukan mata catur dengan perannya masing-masing
sangat akurat, tidak bisa dirubah karena sudah baku. Untuk itu perhitungan
langkah awal akan mempengaruhi strategi untuk menentukan langkah berikutnya.
Mata
catur yang terdiri dari Pion yang berada di barisan depan, mempunyai kemampuan
langkah yang terbatas, dan bisa digunakan sebagai pendukung strategi yang
tertata. Pion sebagai penyerang, dan juga sebagai penghalang. Ia bisa membunuh
dan mematikan raja dengan dukungan dari mata catur lainnya. Dengan perannya
masing-masing, antar mata catur sejenis tidak akan saling bermusuhan, akan
tetapi saling mendukung dan melindungi, sehingga harus menggunakan strategi
tertentu.
Pecatur
adalah sang penguasa. Ibarat Dewa, yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan
langkah dan strategi yang digunakan untuk menggempur lawan bermainnya. Pecatur
mempunyai motivasi kuat untuk memenangkan permainan, yang didukung oleh
kekuatan berpikir, menggunakan strategi bermain, serta mempengaruhi secara
psikologis kepada lawan bermainnya.
Aturan
bermain catur sudah dibakukan, dan sampai saat ini belum ada perubahan tata
aturan permainannya. Dengan dibakukan, maka sifat dari tata aturan permainan
catur sudah disepakati oleh masyarakat pendukungnya (legisign).
Kelima
unsur tersebut mempunyai hubungan struktur yang jelas, karena permainan catur,
merupakan integrasi berbagai unsur, seperti strategi ber main, kejujuran
bermain, ketidak jujuran, kelicikan; yang semuanya bisa terjadi dalam bentuk
permainan catur. Kaitannya dengan aturan percaturan, diharapkan bermain yang
jujur dan benar, sehingga peraturan dan hukum bermain catur secara tersurat dan
tersirat adalah harapan untuk melakukan kegiatan yang benar, dengan kejelian
untuk melakukan strategi untuk bermain catur. Untuk bermain catur diperlukan
media, yaitu papan catur dan mata catur. Papan catur secara umum dibuat dalam
warna hitam dan putih, yang bermakna kalah dan menang (baik dan buruk).
Pemenangnya bisa pada ruang hitam, atau pada ruang putih; hal tersebut amat
tergantung kepada pecatur.
Kemampuan
pecatur dalam menggunakan strategi dengan jeli dan perhitungan yang rasional, akan
memungkinkan pecatur memenangkan permainan. Dalam kaitannya dengan analisis
struktur yang tidak tersurat, maka hubungan struktur itu bisa dibangun dengan
menghadirkan keberadaan manusia di jagad raya ini, yaitu hubungan antar manusia
dan hubungan manusia dengan sang Khaliqnya.
Analisis
struktur ini mengacu apa yang diketengahkan oleh Jacobson (dalam Culler, dalam
Berger, 1984) dengan oposisi biner-nya, yaitu ada baik, ada buruk, ada
kejelian, ada kecurangan, ada kejujuran dan ketidak jujuran. Oposisi biner ini
nampak pada karya Heri Dono, yang berupaya untuk mengungkap segala sesuatu yang
berada di balik permainan itu. Sebab, antara Pecatur A dan Pecatur B terjadi
strategi peperangan yang dasyat, sehingga ada kemungkinan terjadi pelanggaran
terhadap aturan yang disepakati. Penggunaan suatu strategi bisa dilakukan
dengan kejujuran dan berpikir logis, tetapi bisa juga dengan ketidak jujur dan
seronok. Hal ini terungkap dari berbagai perwujudan Pecatur dalam lukisan Heri
Dono ini.
Hubungan
struktur antar manusia dan Khaliq-nya dapat dilihat dari segitiga yang menuju
ke atas, yang berarti bahwa hubungan manusia dengan sang Khaliq harus didasari
oleh kejujuran dan strategi yang benar. Sedangkan segitiga yang terbalik,
sebagai oposisi biner, bila hubungan antar manusia dengan ketidakbaikan, dan
dilakukan dengan ketidakjujuran dan kelicikan akan meng-hasilkan keburukan.
Pada posisi biner; yang baik berada di atas, sedangkan keburukan berada di
bawah. Papan catur adalah media, untuk ajang pertarungan, sehingga bila
pertarungan itu baik dan benar, maka akan terjadilah sportifitas yang tinggi,
dan menghasilkan kedamaian. Begitu juga sebaliknya, bila permainan itu didasari
dengan ketidak jujuran dan kelicikan, maka akan menghasilkan keburukan.
Analisis
struktur lainnya, digunakan dalam analisis sosial kemasyarakatan, dimana
struktur masyarakat modern dapat digambarkan sebagai berikut:
Kelompok
masyarakat terdiri dari tiga tingkatan (kelas), yaitu kelas bawah, kelas
menengah, dan kelas atas. Kelas atas jumlahnya lebih sedikit daripada kelas
menengah, dan kelas menengah jumlahnya lebih sedikit dari kelas bawah Kedudukan
penguasa (pecatur adalah pada kelas atas), sedangkan Pion adalah kelas bawah. Analisis
struktur, merupakan analisis hubungan, yang bisa ditandai dengan garis-garis
struktural. Garis mendatar, dapat dimaknai hubungan antar manusia yang se-level
(setingkat kelas ekonominya), dengan kapasitas yang berbeda. Hubungan antar
manusia di tingkat bawah lebih kental, lebih saling membantu (gotong royong).
Pada kelas atas dan menengah, hubungan yang dibangun, selain hubungan
horizontal, juga hubungan ke bawah, yaitu mulai bisa ikut berpartisipasi kepada
kelompok di bawahnya. Dalam permainan catur tersebut; hubungan antar pemain
catur tidak nampak, karena dua pecatur merupakan rival bermain, untuk
mendapatkan kemenangan. Hukum yang terjadi dalam permainan catur, adalah: 1)
Menang, 2) Kalah, dan 3) Draw (remis). Hubungan ke atas menunjukkan bahwa semua
orang (pion, serdadu, patih dan raja) mempunyai hubungan ke atas dengan
kapasitasnya masing-masing, yaitu hubungan antara manusia dengan Sang Khaliq-nya.
Bila
kita mempelajari sebuah struktur, maka biasanya perhatian kita lebih tertarik
pada pola garis-garisnya dari pada unsur-unsurnya dalam hubungan itu.
Kadang-kadang kita harus menerobos barang-barang agar dapat melihat
strukturnya. Struktur atau susunan selembar daun pohon dengan tulang- tulangnya
baru tampak dengan jelas, bila daun itu dikeringkan, sehingga unsur-unsurnya,
seperti hijau daun, dan sel-sel lenyap, lalu tampaklah strukturnya yang lebih
abstrak. Diagram-diagram hanya memaparkan sebuah struktur dan berlaku bagi
semua kasus individual yang strukturnya sama.
Demikian
pula Leonardo da Vinci pernah melukiskan struktur sebuah pohon yang sedang
bertumbuh (Peursen, 1976:2002). Pendapat kaum strukturalis yang berkaitan
dengan semiotik adalah; bahwa tanda adalah unsur struktur dan logika. Inilah
satu-satunya yang bisa dipertahankan dari keberadaan manusia. Keindahan bagi
kaum strukturalis bukan merupakan makna yang substansial, tetapi lebih
merupakan profesi dari sebuah asumsi yang berlaku umum. Strukturalisme kemudian
dikenal sebagai sebuah aliran berpikir yang
beraneka ragam coraknya. Dalam aliran ini tidak terdapat ajaran yang homogen;
yang dapat dianut oleh para simpatisannya (Sachari, 2005:63).
Berkaitan
dengan masalah sosial dan politik, permainan catur merupakan hubungan
kemasyarakatan antara penguasa (Raja) dengan berbagai perangkat dan aparatnya,
yaitu Patih (sebagai wakil Raja dan pembenteng utama Raja). Sang Raja mempunyai
gerak yang terbatas, dan harus banyak dilindungi oleh aparatnya. Sedangkan
Patih mempunyai langkah yang tak terbatas, baik ke muka, ke belakang, ke
samping dan membujur. Peran Patih sangat dominan dalam mempertahankan anak buah
catur yang lain; sedang kan buah catur lainnya mempunyai peran yang berbeda
langkah (sesuai dengan aturan yang berlaku), sehingga pecatur dapat memainkan
strategi dalam permainan catur. Politik bermain catur merupakan warna dari
pelaksanaan strategi, yang kerap kali berubah sesuai dengan situasi, kondisi,
dan toleransinya.
Berkaitan
dengan budaya, permainan catur merupakan budaya kreasi, budaya berpikir dan
berolah raga otak. Budaya bermain secara jujur sesuai dengan aturan yang sudah
dikonvensikan dan diketahui oleh semua pemain catur, namun dari segi ekspresi
dan psikologi, mempunyai pengaruh yang amat kuat. Permainan catur adalah hasil
budi dan daya manusia. Merupakan enginering dari suatu pemikiran
permainan, yang sangat disukai oleh penggemarnya, walaupun hanya melibatkan dua
orang yang aktif. Namun di kala ada permainan catur, dan ada orang lain yang
melihatnya, umumnya penonton terbawa oleh arus strategi yang dilakukan oleh
para pemain catur.
Bahkan
penontonpun sempat ikut bermain secara pasif, walaupun hanya diredam dalam
hati; sebab para penonton dengan sendirinya mengenali etika penonton, yang
tidak boleh berucap, tidak boleh memberi petunjuk dan peluang pertarungan. Lukisan
karya Heri Dono dapat dianalisis dengan pendekatan simiotik, menggunakan ikon,
indek dan symbol. Menurut Pierce (dalam Berger, 1984); ikon adalah sebuah tanda
yang dapat berfungsi dengan cara memiripkan obyeknya. Indek adalah sebuah tanda
yang terhubung pada objeknya, secara sebab akibat; sedangkan symbol; menurut
Sausure (dalam Berger, 1984) adalah suatu bentuk tanda yang semu natural, yang
tidak sepenuhnya arbitrer (terbentuk begitu saja). Ikon-ikon yang nampak pada
lukisan Bermain Catur karya Heri Dono mudah dibaca, karena ikon itu
tergambarkan secara realistis, yaitu pecaturnya dua orang, papan pecaturnya
ada, dan buah caturnya digambarkan pada pion-pion dalam ikon manusia. Pecatur
adalah ikon dari Manusia yang bermain catur, walaupun telah deformasi bentuk
manusia ala Heri Dono.
Mata
catur sudah diubah maknanya sebagai pion-pion (manusia kecil), yang dianggap
sebagai pionir untuk maju perang, dan dapat dipermainkan oleh pecaturnya.
Pecatur merupakan ikon kekuasaan sesuai dengan karakteristik, dan kemampuan
pecaturnya. Analisis indeksikal dari Bermain Catur karya Heri Dono adalah
sebagai berikut:
1. Kelucuan,
merupakan ekspresi dari subjek main catur. Tampilan pecatur yang seperti
punokawan dalam wayang kulit, dengan atribut-atribut tangan panjang dengan jari
tangan kriting; tampilan muka yang melotot dan meringis, merupakan keseriusan
yang digubah dalam bentuk kelucuan. Lelucon adalah media kritik samaran,
seperti halnya karikatur, yang
berupaya untuk
mengungkap kejadian yang bersifat lugas, yang disusun dalam bahasa rupa,
sehingga orang yang dileluconi (dikritik) tidak merasa tersinggung.
2. Kekuasaan, perangai pecatur
yang mampu melakukan berbagai strategi, melambangkan kekuasaan dengan kesewenangannya
sebagai pecatur. Pion akan dijalankan ke mana saja, dan akan dimakan oleh siapa
saja, tergantung pecatur dalam melakukan strategi permainan.Teknik penyerangan dengan
menggunakan strategi kekuasaan, kebenaran dan dengan pengaruh psikologis, amat
tergantung pada pecatur tersebut. Politik apa yang dijalankan dalam bermain
catur, juga tergantung pada sang pemain catur tersebut.
3. Kemenangan, oposisi biner dalam
kehidupan, telah diutarakan oleh Jacobson (dalam Berger, 1984); yaitu ada
keberanian dan ada ketakutan, ada permainan yang baik dan buruk; ada strategi
yang jitu dan ada juga berantakan; terjadi kemenangan atau kekalahan. Yang
menang akan merasa kuasa dan yang kalah merasa geram, hal tersebut merupakan oposisi
biner yang selalu terjadi di percaturan dunia ini.
4. Kegembiraan, merupakan
gambaran ekspresi pecatur dalam melakukan adu strategi yang saling membuat
perasaan gembira, lucu; sebagai upaya yang diekpresikan seniman dalam mengolah
bentuk-bentuk yang ada. Raut wajah para pecatur menggambarkan ekspresi yang
terjadi saat bermain catur, seperti celometan, gojegan; padahal saat bermain
catur memerlukan pemikiran serius. Kondisi tersebut memungkinkan para pecatur lebih
rileks di antara dua kondisi yang berbeda.
5. Kesewenangan,
kesukaan menggunakan strategi permainan, menggunakan kejelian pengamatan,
menggunakan taktik kelicikan, merupakan upaya untuk bermain sesuai dengan
kesenangan pecatur. Bermain dengan strategi yang baik, atau yang tidak baik,
itu semua tergantung pada kondisi.
Situasi
yang merupakan aspek sebab dan akibat dari permainan catur itulah yang
merupakan indeks dari hasil kreativitas Heri Dono dalam mengekspresikan
ide bermain catur yang diungkapkan melalui media Seni Lukisnya. Demikian pula
tambahan atribut yang dibawa oleh pecatur, yaitu membawa tangga, berdiri dengan
kelamin yang digambarkan berwarna merah, menunjukkan ekspresi yang dalam. Ikon
yang digambarkan melalui kemiripan dengan objek yang ada, adalah sebagai
berikut:
1.
Pion,
yang digambarkan dalam bentuk manusia dengan ukuran kecil, menggambarkan
manusia kecil yang dapat dan mudah dipermainkan. Manusia kecil itu digambarkan
sebagai orang yang mempunyai kedudukan di tingkat bawah, seperti: (a)
Lurah/kepala desa dengan duduk di kursi sambil merokok, sebab ia mempunyai anak
buah yang bisa ditugasi sebagai bawahannya, (b) Orang yang sakit lumpuh dengan
kursi rodanya, (c) orang yang suka pidato (ceramah), (d) orang yang suka
bermain, dan (e) pion yang digambarkan seperti orang cantik, penghibur yang
lebih dulu telah dimakan (diserang).
2. Para Serdadu,
yaitu mata catur yang kedudukannya di samping raja. Serdadu beserta perangkat
senjatanya, digambarkan dengan menggunakan pistol; ada pula yang digambarkan
membawa senjata laras panjang yang disandarkan pada bahunya.
3. Dua raja juga
digambarkan sebagai pecatur, dengan ekspresi yang berbeda. Yang satu
digambarkan sebagai Raja yang merokok dengan berbagai daun ganja, dan dengan
memegang serdadu yang siap untuk ditempatkan pada posisi penyerangan. Pecatur
lawannya digambarkan tampak berpikir serius, dengan melotot dan hidung panjang,
seperti Petruk (tokoh punokawan dalam wayang) dalam lakon Petruk Jadi Ratu ,
dengan berpakaian seperti Jendral.
Makna
simbolik dari karya seni Lukis Heri Dono, merupakan simbol sebagai bentuk tanda
yang semi natural, dan tidak sepenuhnya arbiter. Simbol dapat termasuk dalam
kategori yang ikonik, indeksikal, yang tidak akan bisa berdiri sendiri sebagai
satu aspek dari sebuah tanda. Simbol adalah unsur bahasa yang bersifat arbiter
dan konvensional, yang mewakili hubungan objek dan signifikansinya (Lyons,
1977:100, dalam Pateda, 2001:50). Secara umum, bermain catur adalah permainan
otak (olah raga otak) yang menuntut kesabaran, ketelitian, kejelian, kemampuan
meng-gunakan strategi pengempuran, dan tidak boleh emosional, sebab emosi bisa
mempengaruhi tingkat kejelian dan ketelitian. Bila emosinya tidak ditahan
dengan kesabaran, akan muncul kecerobohan dan kefatalan. Makna simbolik dari
sebuah permainan catur adalah keseriusan berpikir logis, dengan menggunakan
strategi yang mapan, dan dengan penuh kesabaran mengikuti permainan dengan tata
aturan permainan yang jelas.
Dari
berbagai tinjuan semiotik dalam membahas karya seni lukis Heri Dono, yang
berjudul Bermain Catur , dapat dimaknai bahwa semua permainan itu bisa
mengekspresikan tentang siapa yang bermain, karakteristik dan perilaku pemain,
tata cara yang digunakan dalam permainan, strategi penggempuran dalam
permainan, tingkat kejelian pemain, kecerobohan, emosi dan segala latar
kehidupannya yang dapat tercermin dalam pola permainan itu. Heri Dono mampu
mengungkapkan implementasi bermain catur dengan berbagai makna biner, karena di
dalamnya merupakan aspek hubungan sebab-akibat dari satu pola permainan yang
dimainkan oleh si penguasa atau Pecatur. Pecatur boleh memilih strategi apa
saja, kapan saja, dan di mana saja ia akan menggunakan strategi tersebut. Makna
binernya adalah; apakah permainan catur dalam Bermain Catur karya Heri Dono adalah
permainan politik, atau olah percaturan banyolan; telah diekspresikan Heri Dono
secara lengkap.
Menurut
Sachari (2005), semiotik bahasa rupa merupakan kerangka dasar dari desain.
Bahasa rupa seperti halnya bahasa yang lain juga memiliki sebagai kaidah, asas
dan konsep. Ada empat kelompok unsur dalam bahasa rupa, yaitu: (a) unsur
konsep, yang terdiri dari titik, garis, bidang, dan volume; (b) unsur rupa,
yang terdiri dari bentuk, ukuran, warna, dan tekstur; (c) unsur pertalian, yang
terdiri dari arah, kedudukan, ruang, gaya, dan berat; dan (d) unsur peranan,
yang terdiri dari gaya, makna dan tugas.
Berdasarkan
konsep tersebut, tinjauan semiotik bahasa rupa terhadap lukisan Bermain Catur
karya Heri Dono, dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Unsur Konsep;
lukisan Hedi Dono berjudul Bermain Catur terdiri dari garis-garis kontur yang
amat jelas, yaitu garis-garis nyata yang merupakan gambar garis seperti spiral,
tangga, yang memang berwujud garis. Sedangkan garis semu bisa dibentuk dari
pertemuan antara warna bidang, ruang dengan objek , dan juga garis kontur pada
setiap obyek. Garis-garis
tersebut amat
jelas dan mudah teramati, apalagi bila setiap unsur garis digambarkan sebagai
garis nyata. Begitu juga bidang (space) yang merupakan bentuk di luar
obyek mempunyai besaran yang tidak sama. Tampilan garis nyata (linier) dan
garis semu dalam lukisan Bermain Catur
b. Unsur rupa;
dalam lukisan Heri Dono, tampak dari bentuk yang jelas, dengan ukuran yang
tidak sama. Postur Pecatur yang dalam posisi berdiri, mempunyai ukuran yang
tidak sama dengan postur Pecatur yang lain yang dengan posisi duduk. Pemaparan
warna pada bidang papan catur, tidak dibentuk secara teratur seperti halnya
catur riil, namun dibentuk dengan segi empat yang berbeda ukuran dan bentuk
geometrisnya. Warna objek dan warna ruang (area) mempunyai kapasitas warna yang
tidak sama, sehingga dapat diukur besarannya.
c. Unsur
pertalian; pertalian arah dari lukisan Heri Dono, menunjukkan arah yang
terpusat di tengah, yang bisa diamati dari posisi duduk yang menghadap ke papan
catur, serta hidung yang menunjukkan arah dari bentuk tersebut. Sedangkan
postur pecatur yang berdiri, dikuatkan arahnya dengan tangan yang berjari
kriting, yang telah mengambil salah satu mata catur, sehingga kedua arah
tersebut bisa bertemu dalam satu titik, tepat mengenai papan caturnya.
d. Unsur
peranan; lukisan Heri Dono berjudul Bermain Catur mempunyai peranan yang jelas,
karena visualisasi objek dalam lukisan tersebut merupakan gaya yang menyadur
atau mendeformasi objek (manusia) sebagai wayang, dan bergaya dekoratif.
Hubungan objek manusia, dan bentuk ruang mempunyai peranan yang berbeda. Bentuk
ruang tampak menonjolkan keberadaan objek manusia. Perbandingan ukuran bentuk
juga mempunyai peran yang berbeda pula. Pion yang digambarkan sebagai manusia dalam
ukuran kecil, memang difungsikan sebagai mata catur, sedangkan pecaturnya
digambarkan dalam ukuran besar, sehingga perananannya adalah sebagai penentu
permainan mata catur.
SIMPULAN
Berbagai
uraian diatas yang memaknai lukisan Bermain Catur karya Heri Dono; merupakan
penafsiran terhadap bahasa rupa, yang diasumsikan pada karya seni lukis post
modern. Lukisan tersebut merupakan parodi dan karikatural, yang bernuansa
kritik terhadap para penguasa, sebagai pemain dalam percaturan politik,
ekonomi, dan kebudayaan.
DAFTAR RUJUKAN
--------------,
2004, Visual Art, Edisi Perdana, Juni-Juli 2004, Media Visual Art,
Jakarta.
Barthes, Roland,
2004, Mitologi, diterjemahkan Nurhadi, Yogyakarta, Kreasi Wacana.
Berger, Arthur,
1984, diterjemahkan Dwi Marianto, 2000, Tanda-tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer, Yogyakarta, Tiara Wacana.
Ching, Francis
DK, 2002, Menggambar Suatu Proses Kreatif, Jakarta Erlangga.
Rohendi, Tjetep
Rohidi, 2000, Ekspresi Seni Orang Miskin, Bandung, Yayasan Cendikia.
Janali, Supeno,
2004, Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Seni di Indonesia,Depdiknas,
Jakarta.
Laseau, Paul,
1986, Berpikir Gambar bagi Arsitek dan Perancang, ITB, Bandung.
Sachari, Agus,
2005, Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa, Jakarta, Erlangga.
Sobur, Alex,
2004, Semiotika Komunikasi, Bandung, Rosda Katya.
Tuti Artha,
Arwan & Heddy Shri Ahimsa-Putra, 2004, Jejak Masa Lalu, Sejuta
Warisan Budaya, Yogyakarta,
Kunci Ilmu.
Pateda, Mansoer,
2001, Semantik Leksikal, Jakarta, Rineka Cipta.
Peursen,
Van, 1976, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta, Kanisius.
https://www.google.com/search?q=bermain+catur+heridono&a=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar