Sabtu, 29 Oktober 2016

BERMAIN CATUR SENI LUKIS KARYA HERI DONO


BERMAIN CATUR
SENI LUKIS KARYA HERI DONO

Abstrast: The painting "playing chess" by Heri Dono does not simply represent the game of chess naturally but primarily aims at giving critiques using a humanistic approach. The critiques are presented in a pictorial language intended as satires for the authority without causing any offense,   for their humorous appearance. To find out the meaning of this painting as well as the artistic ideas and expression behind it, this study investigates its visual aspects as seen from the cultural, aesthetic, and semiotic perspectives.
Key words: Heri Dono's painting, playing chess, artistic ideas and expression

Lukisan Heri Dono, adalah hasil cipta, karsa, dan rasa, yang mempunyai nilai estetik, artistik, serta mempunyai tujuan dalam penciptaannya. Sebagai karya estetik, karya seni tersebut mempunyai nilai universal, artinya bisa dinikmati oleh orang lain, boleh diinterpretasi sesuai dengan kapasitas estetis pengamatnya. Karya seni sebagai produk estetik, di dalamnya terdapat berbagai informasi objektif, karena produk fisik tersebut mempunyai nilai kebendaan, mempunyai unsur-unsur yang lazim, dapat diamati (dilihat), dapat diraba (tekstur), dan ada unsur-unsur yang riil di dalamnya. Karya seni lukis memanfaatkan media (kanvas), menggunakan cat (warna), sehingga bisa dilihat warna, bentuk, garis, dan bidangnya, dan bisa dirasakan keberadaannya.
       Nilai ekspresi yang tertuang dalam karya seni lukis Heri Dono, menunjukkan kekhasan Heri Dono. Lukisan yang dihasilkan tersebut, merupakan akulturasi budaya, yang dikembangankannya sesuai visi Heri Dono. Nilai ekspresi bersifat personal, namun secara alamiah, Heridono adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya di masyarakat mengikuti pranata-pranata sosial yang ada. Keberadaan setiap individu akan terintegrasi di dalam pranata sosial tersebut, sehingga keberadaannya tidak akan lepas dari pengaruh lingkungannya. Ia bebas berkarya, namun pengalamannya menunjukkan bahwa kapasitas artistik itu terbangun lebih mantap. Pengalaman berkarya menghasilkan kekuatan artistik yang nyata, dengan tidak lagi mengindahkan kehadiran unsur- unsur seni, dan prinsip seni.
Dalam kancah apresiasi, dan dalam upaya untuk bisa memahami karya Heri Dono, bisa ditinjau dari kajian semiotik, dan diawali dari tinjauan sematiknya. Tinjauan semantik adalah menterjemahkan objek dari hubungan unsur-unsur (denotata), serta makna yang muncul dibalik bentuk-bentuk visual yang ada pada unsur (konotata). Tinjauan semiotik adalah sistem dari analisis tanda yang diasosiasikan oleh Pierce (1958) dalam Berger (2000) yang memfokuskan pada atribut-atribut tanda yang bersifat ikonik, indeksikal dan simbolik. 

Bermain Catur dapat dikatakan sebagai ekspresi individual dan ekspresi kultural Heri Dono, karena seniman tidak hanya sebagai subjek personal, tetapi sekaligus subjek kolektif. Sebagai subjek kolektif, seniman terikat oleh latar sosial budayanya yang khas, sehingga nilai identitas lokalnya akan selalu terbawa serta. Sementara pada sisi lain, kondisi budaya Indonesia bersifat plural dan multikultural. Dikatakan plural karena terdapat beraneka ragam budaya lokal, sedangkan dialog antar budaya lokal selalu terjadi dan memunculkan situasi multi kultural (Janali, 2004:1). Heri Dono adalah salah satu seniman, yang menekuni karyanya dan sering pameran. Heri Dono pernah mengungkapkan kondisi sosio politik dan sosio kultural yang melatarbelakangi karya-karyanya, seperti karya-karyanya yang berjudul: Lahir dan Bebas (2004), Dewa Ruci (2002), Political Clowns (1996), Superman Baru Belajar Memakai Calana Dalam (2000), Perjalanan ke Planet Mars (2003-2004). Begitu juga karya yang berjudul bermain catur (1994-1996). Unsur-unsur yang nampak pada karya Heri Dono Bermain Catur , bukan bermain catur biasa, yang menggunakan papan catur dengan pion, kuda, patih dan raja. Visualisasi papan catur adalah penggambaran papan catur politik. Hal ini bisa dibaca dengan jelas, seperti pada objek manusia-manusia yang digambarkan sebagai pion, dan dimainkan oleh dua orang tokoh besar, yang divisualkan sebagai Tentara yang sudah di deformasi seperti Petruk (wayang), serta mempunyai pion-pion hasil dari bermain catur itu. Unsur warna, bentuk, tekstur, dan keruangan, yang ditata secara acak tetapi harmonis dan bermakna. Keharmonisan karya Heri Dono yang berjudul Bermain Catur ini akibat dari upaya melakukan deformasi pada seluruh objek secara bebas, dengan perpaduan warna yang didominasi oleh warnawarna coklat, kuning, dan hijau kecoklatan.

TINJAUAN BUDAYA BERMAIN CATUR KARYA HERI DONO
Sebagai hasil kreasi dan budi daya yang melibatkan latar sosial kultural, karya Heri Dono yang berjudul Bermain Catur termasuk dalam hasil kebudayaan. Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat-istiadat atau sistem makna yang terjalin secara menyeluruh melalui simbol-simbol yang ditransmisikan secara historis, yang merupakan pegangan hidup bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Karya Heri Dono tersebut merupakan cerita tentang perubahanperubahan; riwayat manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola pola kebudayaan yang sudah ada. Tampilan karya Heri Dono, mewujudkan karya-karya seni lukis yang baru, dengan tidak lagi mengindahkan bentuk manusia yang realistis, namun sudah dideformasi sedemikian rupa, sehingga terbentuk manusia-manusia yang seperti Heri Dono ungkapkan. Karya seni lukis yang merupakan hasil kebudayaan, seperti yang diungkapkan oleh Rohendi (2000), kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai mahluk sosial; yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan atau sistem-sistem makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbolsimbol yang ditransmisikan secara historis. Model-model pengetahuan ini digunakan secara selektif oleh warga masyarakat pendukungnya untuk berkomunikasi, melestarikan dan menghubungkan pengetahuan, bersikap serta bertindak dalam menghadapi lingkungannya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya (Geertz, lihat juga Suparlan, dalam Rohidi, 2000:22). Kebudayaan merupakan pedoman hidup yang berfungsi sebagai blueprint atau desain menyeluruh bagi kehidupan warga masyarakat pendukungnya; sebagai sistem simbol, pemberian makna, model kognitif yang ditransmisikan melalui kode-kode simbolik, dan juga merupakan strategi adaptif untuk melestarikan dan mengembangkan kehidupan dalam menyiasati lingkungan dan sumber daya di sekelilingnya (Rohidi, 2000:22-23).

TINJAUAN ESTETIS BERMAIN CATUR KARYA HERI DONO
Bila kita mengacu pada metodologi penelitian Budaya Rupa (Sachari, 2005); diketengahkan bahwa model pendekatan estetik dapat dilakukan atas dua sisi, yaitu: (1) pendekatan melalui filsafat seni, dan (2) pendekatan melalui kritik seni. Dalam kajian filsafat seni, objek seni dapat diamati sebagai sesuatu yang mengandung makna simbolik, makna sosial, makna budaya, makna keindahan, makna ekonomi, makna penyadaran, maupun religius. Sedangkan dalam kajian kritik seni, seperti dinamika gaya, teknik pengungkapan, tema karya, ideologi estetik, pengaruh terhadap gaya hidup, hubungan dengan perilaku, dan berbagai hal yang sementara ini memiliki dampak terhadap lingkungannya (Sachari, 2005:119). Lukisan Heri Dono, yang berjudul Bermain Catur mengandung makna simbolis, makna sosial, makna keindahan, dan makna kesadaran. Lukisan Bermain Catur , mempunyai makna simbolis, sebab permainan catur selain sebagai olah raga, juga merupakan simbol permainan yang bermakna politik. Pecatur mampu menggunakan media mata catur untuk mengatur strategi mengalahkan lawan bermainnya. Bermain Catur mem-punyai makna sosial juga, karena dalam permainan catur telah ada aturan permainan yang sesuai dengan kaidah-kaidah sosialnya, sehingga pemain catur tidak bisa seenaknya melakukan permainan. Bermain catur tidak bisa sendirian, harus melibatkan orang lain sebagai lawannya, serta pengamat untuk mengawasi jalannya catur. Siapapun yang bermain, aturannya sama. Bermain Catur mempunyai makna keindahan, karena lukisan Heri Dono, merupakan karya estetis dan artistik. Mempunyai nilai etetis, setelah karya tersebut diamati oleh orang lain sebagai apresitornya, yang mempunyai kapasitas menimbulkan tanggapan estetik pada diri penghayatnya. Dalam proses penciptaannya, Heri Dono juga melibatkan berbagai unsur psikologisnya, di antaranya unsur mengamati, berimajinasi, dan mengekspresikan. Proses mengamati tidak sekedar melihat, tetapi melihat dengan mata pikiran, imajinasi dan kreativitas. Melihat adalah aktivitas yang aktif dan proses dinamis. Penglihatan mampu memberikan kita pada persepsi, dimensi, dan meransang untuk berimajinasi. Melihat tidak selalu ada kaitannya dengan apa yang kita lihat dengan yang kita yakini sebagai objek, maupun hubungan antar objek. Objek yang diamati dipandang sebagai suatu karakteristik visual, seperti ukuran, bentuk, warna dan teksturnya. Dalam proses berkarya, pelukis juga melibatkan unsur imajinasi, karena mata pikiran kita mampu melihat pandangan yang mendalam, yang tidak terbatas pada tempat, dan saat itu saja. Mata pikiran dapat membentuk, memanipulasi, dan mentransformasikan imajinasi di luar batas-batas waktu dan ruang yang normal (Ching, 2002:137-139). Walaupun demikian, imajinasi tersebut seringkali hanya samar-samar dan sulit ditangkap, serta sangat mudah hilang. Untuk itu perlu dibuka kembali ingatan visual dalam imajinasi tersebut. Imajinasi dibentuk berdasarkan ingatan visual dari persepsi yang telah lampau. Jadi semakin banyak yang pernah kita lihat dari alam, atau peristiwa yang mengesankan, semakin kaya perbendaharaan imajinasi visual kita, dan akhirnya semakin suburlah imajinasi tersebut. Oleh karena itu imajinasi memungkinkan kita untuk mengenali peristiwa masa lalu, dan merencanakan masa depan.

Tinjauan Semiotik Bermain Catur karya Heri Dono
Tinjauan Semiotik adalah tinjauan tentang tanda atau penandaan. Seperti kata Lechte (2001, dalam Sobur, 2004), semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs tanda-tanda , dan berdasarkan pada sign system (code)/ sistem tanda . Di dalam tinjauan semiotik, ada unsur-unsur sintaksis dan semantiknya.
Sintaksis dan semantik dapat digunakan untuk menganalisis dari karya Heri Dono, yang merupakan hubungan formalistik dari unsur-unsur yang ada. Analisis sintaksis menguraikan hubungan-hubungan antar unsur yang ada, sedangkan semantik berpadanan dengan kata semantique dalam, bahasa Perancis, yang diserap sebagai pemaknaan (Pateda, 2001:2-3).
Tinjuan pragmatis, memaknai bahwa permainan catur bisa memberikan kesan bermain politik, bermain peran, dan juga bermain dalam budaya. Ide untuk menggerakkan catur ke arah permainan, merupakan suatu aktivitas otak. Berarti bermain itu harus menggunakan strategi, menggunakan taktik, menggunakan kekuasaan, menggunakan kekerasan, dan juga menggunakan kelicikan. Aktivitas tersebut merupakan sumber imajinasi, dan semuanya bisa dikesankan oleh Lukisan Heri Dono Bermain Catur . Menurut Pierce, logika mempelajari bagaimana orang bernalar, berpikir, berkomunikasi, dan memberi makna apa yang ditampilkan oleh alam kepada orang lain melalui tanda. Pemaknaan tanda bagi Pierce bisa berarti sangat luas, baik dalam linguistik maupun tanda-tanda lainnya yang bersifat umum. Sedangkan Sausure lebih banyak menekankan tanda-tanda sebagai dasar untuk mengembangkan teori linguistik umum. Sausure beranggapan bahwa tanda-tanda lingusitik mempunyai kelebihan dari sistem semiotika yang lainnya. Pierce menghendaki semiotik dapat bersifat umum dan dapat diterapkan dalam segala hal yang berhubungan dengan tanda (Sachari, 2005:62).
Analisis struktural pada semiotik adalah tinjauan struktur riil yang dihubungkan dengan struktur non riil, yang dikaitkan dengan kehadiran manusia secara hakiki. Menurut Berger (1984) yang diterjemahkan oleh Dwi Marianto, 2000, dijelaskan bahwa Kekosongan berarti apa saja dalam kekosongannya itu sendiri dan segala sesuatunya baru bermakna karena adanya suatu relasi sejenis yang diletakkannya(dimaknainya). Hubungan ini dapat bersifat tersurat maupun tersirat tetapi dengan satu atau lain cara hubungan itu pasti ada. Strukturalisme menurut Philip Pettit (dalam Burger, 1984); strukturalisme adalah gerakan pemikiran yang menekankan dan memformulasikan kasus semiologi; biasanya pada tataran konseptual, tetapi juga dalam upayaupaya pada analisis emperikal. Secara garis besar istilah-istilah itu dapat dipertukarkan. Hawkes (dalam Berger, 1984) berpendapat, bahwa yang penting bagi strukturalisme adalah bahwa dunia terbuat dari hubunganhubungan daripada benda-benda, sebuah konsep yang ditemukan Sausure dan dipergunakan dalam analisa linguistik. Beberapa orang berpendapat bahwa apa yang dulunya kita sebut strukturalisme, sekarang kita sebut semiologi atau semiotik. Pendapat lainnya menurut Culler (1875, dalam Berger, 1984) yang menggunakan istilah Structuralist Poetics, yaitu Kaum strukturalis telah terbiasa mengikuti pandangan Jacobson dan menggunakan oposisi biner sebagai prinsip dasar dari cara kerja otak manusia untuk mengartikan suatu kata unsur-unsur logika merupakan kelipatan persekutuan terkecil dari seluruh pemikiran. Dalam analisis struktur pada lukisan Heri Dono yang berjudul Bermain Catur dapat dihubungkan struktur riil, adalah sebagai berikut:
1. Permainan Catur (Qualisign)
2. Papan Catur
3. Mata Catur
4. Pecatur (Sinsign)
5. Aturan percaturan (Legisign)
Permainan catur (Qualisign) adalah permainan yang mengatur strategi untuk berperang, dan menghancurkan lawan, dengan tata aturan (legisign) yang sudah baku. Permainan ini bisa dilakukan dengan kejujuran, tetapi juga bisa dengan kelicikan; artinya mempengaruhi lawan pemain untuk lengah atau terangsang, sehingga kontrol terhadap strategi yang dilakukan bisa ceroboh. Papan Catur adalah gelanggang untuk permainan, dengan dibatasi oleh ruang yang telah diatur dalam permainan. Kedudukan mata catur dengan perannya masing-masing sangat akurat, tidak bisa dirubah karena sudah baku. Untuk itu perhitungan langkah awal akan mempengaruhi strategi untuk menentukan langkah berikutnya.
Mata catur yang terdiri dari Pion yang berada di barisan depan, mempunyai kemampuan langkah yang terbatas, dan bisa digunakan sebagai pendukung strategi yang tertata. Pion sebagai penyerang, dan juga sebagai penghalang. Ia bisa membunuh dan mematikan raja dengan dukungan dari mata catur lainnya. Dengan perannya masing-masing, antar mata catur sejenis tidak akan saling bermusuhan, akan tetapi saling mendukung dan melindungi, sehingga harus menggunakan strategi tertentu.
Pecatur adalah sang penguasa. Ibarat Dewa, yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan langkah dan strategi yang digunakan untuk menggempur lawan bermainnya. Pecatur mempunyai motivasi kuat untuk memenangkan permainan, yang didukung oleh kekuatan berpikir, menggunakan strategi bermain, serta mempengaruhi secara psikologis kepada lawan bermainnya.
Aturan bermain catur sudah dibakukan, dan sampai saat ini belum ada perubahan tata aturan permainannya. Dengan dibakukan, maka sifat dari tata aturan permainan catur sudah disepakati oleh masyarakat pendukungnya (legisign).
Kelima unsur tersebut mempunyai hubungan struktur yang jelas, karena permainan catur, merupakan integrasi berbagai unsur, seperti strategi ber main, kejujuran bermain, ketidak jujuran, kelicikan; yang semuanya bisa terjadi dalam bentuk permainan catur. Kaitannya dengan aturan percaturan, diharapkan bermain yang jujur dan benar, sehingga peraturan dan hukum bermain catur secara tersurat dan tersirat adalah harapan untuk melakukan kegiatan yang benar, dengan kejelian untuk melakukan strategi untuk bermain catur. Untuk bermain catur diperlukan media, yaitu papan catur dan mata catur. Papan catur secara umum dibuat dalam warna hitam dan putih, yang bermakna kalah dan menang (baik dan buruk). Pemenangnya bisa pada ruang hitam, atau pada ruang putih; hal tersebut amat tergantung kepada pecatur.
Kemampuan pecatur dalam menggunakan strategi dengan jeli dan perhitungan yang rasional, akan memungkinkan pecatur memenangkan permainan. Dalam kaitannya dengan analisis struktur yang tidak tersurat, maka hubungan struktur itu bisa dibangun dengan menghadirkan keberadaan manusia di jagad raya ini, yaitu hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan sang Khaliqnya.
Analisis struktur ini mengacu apa yang diketengahkan oleh Jacobson (dalam Culler, dalam Berger, 1984) dengan oposisi biner-nya, yaitu ada baik, ada buruk, ada kejelian, ada kecurangan, ada kejujuran dan ketidak jujuran. Oposisi biner ini nampak pada karya Heri Dono, yang berupaya untuk mengungkap segala sesuatu yang berada di balik permainan itu. Sebab, antara Pecatur A dan Pecatur B terjadi strategi peperangan yang dasyat, sehingga ada kemungkinan terjadi pelanggaran terhadap aturan yang disepakati. Penggunaan suatu strategi bisa dilakukan dengan kejujuran dan berpikir logis, tetapi bisa juga dengan ketidak jujur dan seronok. Hal ini terungkap dari berbagai perwujudan Pecatur dalam lukisan Heri Dono ini.
Hubungan struktur antar manusia dan Khaliq-nya dapat dilihat dari segitiga yang menuju ke atas, yang berarti bahwa hubungan manusia dengan sang Khaliq harus didasari oleh kejujuran dan strategi yang benar. Sedangkan segitiga yang terbalik, sebagai oposisi biner, bila hubungan antar manusia dengan ketidakbaikan, dan dilakukan dengan ketidakjujuran dan kelicikan akan meng-hasilkan keburukan. Pada posisi biner; yang baik berada di atas, sedangkan keburukan berada di bawah. Papan catur adalah media, untuk ajang pertarungan, sehingga bila pertarungan itu baik dan benar, maka akan terjadilah sportifitas yang tinggi, dan menghasilkan kedamaian. Begitu juga sebaliknya, bila permainan itu didasari dengan ketidak jujuran dan kelicikan, maka akan menghasilkan keburukan.
Analisis struktur lainnya, digunakan dalam analisis sosial kemasyarakatan, dimana struktur masyarakat modern dapat digambarkan sebagai berikut:
Kelompok masyarakat terdiri dari tiga tingkatan (kelas), yaitu kelas bawah, kelas menengah, dan kelas atas. Kelas atas jumlahnya lebih sedikit daripada kelas menengah, dan kelas menengah jumlahnya lebih sedikit dari kelas bawah Kedudukan penguasa (pecatur adalah pada kelas atas), sedangkan Pion adalah kelas bawah. Analisis struktur, merupakan analisis hubungan, yang bisa ditandai dengan garis-garis struktural. Garis mendatar, dapat dimaknai hubungan antar manusia yang se-level (setingkat kelas ekonominya), dengan kapasitas yang berbeda. Hubungan antar manusia di tingkat bawah lebih kental, lebih saling membantu (gotong royong). Pada kelas atas dan menengah, hubungan yang dibangun, selain hubungan horizontal, juga hubungan ke bawah, yaitu mulai bisa ikut berpartisipasi kepada kelompok di bawahnya. Dalam permainan catur tersebut; hubungan antar pemain catur tidak nampak, karena dua pecatur merupakan rival bermain, untuk mendapatkan kemenangan. Hukum yang terjadi dalam permainan catur, adalah: 1) Menang, 2) Kalah, dan 3) Draw (remis). Hubungan ke atas menunjukkan bahwa semua orang (pion, serdadu, patih dan raja) mempunyai hubungan ke atas dengan kapasitasnya masing-masing, yaitu hubungan antara manusia dengan Sang Khaliq-nya.
Bila kita mempelajari sebuah struktur, maka biasanya perhatian kita lebih tertarik pada pola garis-garisnya dari pada unsur-unsurnya dalam hubungan itu. Kadang-kadang kita harus menerobos barang-barang agar dapat melihat strukturnya. Struktur atau susunan selembar daun pohon dengan tulang- tulangnya baru tampak dengan jelas, bila daun itu dikeringkan, sehingga unsur-unsurnya, seperti hijau daun, dan sel-sel lenyap, lalu tampaklah strukturnya yang lebih abstrak. Diagram-diagram hanya memaparkan sebuah struktur dan berlaku bagi semua kasus individual yang strukturnya sama.
Demikian pula Leonardo da Vinci pernah melukiskan struktur sebuah pohon yang sedang bertumbuh (Peursen, 1976:2002). Pendapat kaum strukturalis yang berkaitan dengan semiotik adalah; bahwa tanda adalah unsur struktur dan logika. Inilah satu-satunya yang bisa dipertahankan dari keberadaan manusia. Keindahan bagi kaum strukturalis bukan merupakan makna yang substansial, tetapi lebih merupakan profesi dari sebuah asumsi yang berlaku umum. Strukturalisme kemudian dikenal sebagai sebuah aliran berpikir  yang beraneka ragam coraknya. Dalam aliran ini tidak terdapat ajaran yang homogen; yang dapat dianut oleh para simpatisannya (Sachari, 2005:63).
Berkaitan dengan masalah sosial dan politik, permainan catur merupakan hubungan kemasyarakatan antara penguasa (Raja) dengan berbagai perangkat dan aparatnya, yaitu Patih (sebagai wakil Raja dan pembenteng utama Raja). Sang Raja mempunyai gerak yang terbatas, dan harus banyak dilindungi oleh aparatnya. Sedangkan Patih mempunyai langkah yang tak terbatas, baik ke muka, ke belakang, ke samping dan membujur. Peran Patih sangat dominan dalam mempertahankan anak buah catur yang lain; sedang kan buah catur lainnya mempunyai peran yang berbeda langkah (sesuai dengan aturan yang berlaku), sehingga pecatur dapat memainkan strategi dalam permainan catur. Politik bermain catur merupakan warna dari pelaksanaan strategi, yang kerap kali berubah sesuai dengan situasi, kondisi, dan toleransinya.
Berkaitan dengan budaya, permainan catur merupakan budaya kreasi, budaya berpikir dan berolah raga otak. Budaya bermain secara jujur sesuai dengan aturan yang sudah dikonvensikan dan diketahui oleh semua pemain catur, namun dari segi ekspresi dan psikologi, mempunyai pengaruh yang amat kuat. Permainan catur adalah hasil budi dan daya manusia. Merupakan enginering dari suatu pemikiran permainan, yang sangat disukai oleh penggemarnya, walaupun hanya melibatkan dua orang yang aktif. Namun di kala ada permainan catur, dan ada orang lain yang melihatnya, umumnya penonton terbawa oleh arus strategi yang dilakukan oleh para pemain catur.
Bahkan penontonpun sempat ikut bermain secara pasif, walaupun hanya diredam dalam hati; sebab para penonton dengan sendirinya mengenali etika penonton, yang tidak boleh berucap, tidak boleh memberi petunjuk dan peluang pertarungan. Lukisan karya Heri Dono dapat dianalisis dengan pendekatan simiotik, menggunakan ikon, indek dan symbol. Menurut Pierce (dalam Berger, 1984); ikon adalah sebuah tanda yang dapat berfungsi dengan cara memiripkan obyeknya. Indek adalah sebuah tanda yang terhubung pada objeknya, secara sebab akibat; sedangkan symbol; menurut Sausure (dalam Berger, 1984) adalah suatu bentuk tanda yang semu natural, yang tidak sepenuhnya arbitrer (terbentuk begitu saja). Ikon-ikon yang nampak pada lukisan Bermain Catur karya Heri Dono mudah dibaca, karena ikon itu tergambarkan secara realistis, yaitu pecaturnya dua orang, papan pecaturnya ada, dan buah caturnya digambarkan pada pion-pion dalam ikon manusia. Pecatur adalah ikon dari Manusia yang bermain catur, walaupun telah deformasi bentuk manusia ala Heri Dono.
Mata catur sudah diubah maknanya sebagai pion-pion (manusia kecil), yang dianggap sebagai pionir untuk maju perang, dan dapat dipermainkan oleh pecaturnya. Pecatur merupakan ikon kekuasaan sesuai dengan karakteristik, dan kemampuan pecaturnya. Analisis indeksikal dari Bermain Catur karya Heri Dono adalah sebagai berikut:
1. Kelucuan, merupakan ekspresi dari subjek main catur. Tampilan pecatur yang seperti punokawan dalam wayang kulit, dengan atribut-atribut tangan panjang dengan jari tangan kriting; tampilan muka yang melotot dan meringis, merupakan keseriusan yang digubah dalam bentuk kelucuan. Lelucon adalah media kritik samaran, seperti halnya karikatur, yang
berupaya untuk mengungkap kejadian yang bersifat lugas, yang disusun dalam bahasa rupa, sehingga orang yang dileluconi (dikritik) tidak merasa tersinggung.
2.    Kekuasaan, perangai pecatur yang mampu melakukan berbagai strategi, melambangkan kekuasaan dengan kesewenangannya sebagai pecatur. Pion akan dijalankan ke mana saja, dan akan dimakan oleh siapa saja, tergantung pecatur dalam melakukan strategi permainan.Teknik penyerangan dengan menggunakan strategi kekuasaan, kebenaran dan dengan pengaruh psikologis, amat tergantung pada pecatur tersebut. Politik apa yang dijalankan dalam bermain catur, juga tergantung pada sang pemain catur tersebut.
3.  Kemenangan, oposisi biner dalam kehidupan, telah diutarakan oleh Jacobson (dalam Berger, 1984); yaitu ada keberanian dan ada ketakutan, ada permainan yang baik dan buruk; ada strategi yang jitu dan ada juga berantakan; terjadi kemenangan atau kekalahan. Yang menang akan merasa kuasa dan yang kalah merasa geram, hal tersebut merupakan oposisi biner yang selalu terjadi di percaturan dunia ini.
4.  Kegembiraan, merupakan gambaran ekspresi pecatur dalam melakukan adu strategi yang saling membuat perasaan gembira, lucu; sebagai upaya yang diekpresikan seniman dalam mengolah bentuk-bentuk yang ada. Raut wajah para pecatur menggambarkan ekspresi yang terjadi saat bermain catur, seperti celometan, gojegan; padahal saat bermain catur memerlukan pemikiran serius. Kondisi tersebut memungkinkan para pecatur lebih rileks di antara dua kondisi yang berbeda.
5. Kesewenangan, kesukaan menggunakan strategi permainan, menggunakan kejelian pengamatan, menggunakan taktik kelicikan, merupakan upaya untuk bermain sesuai dengan kesenangan pecatur. Bermain dengan strategi yang baik, atau yang tidak baik, itu semua tergantung pada kondisi.
Situasi yang merupakan aspek sebab dan akibat dari permainan catur itulah yang merupakan indeks dari hasil kreativitas Heri Dono dalam mengekspresikan ide bermain catur yang diungkapkan melalui media Seni Lukisnya. Demikian pula tambahan atribut yang dibawa oleh pecatur, yaitu membawa tangga, berdiri dengan kelamin yang digambarkan berwarna merah, menunjukkan ekspresi yang dalam. Ikon yang digambarkan melalui kemiripan dengan objek yang ada, adalah sebagai berikut:
1.    Pion, yang digambarkan dalam bentuk manusia dengan ukuran kecil, menggambarkan manusia kecil yang dapat dan mudah dipermainkan. Manusia kecil itu digambarkan sebagai orang yang mempunyai kedudukan di tingkat bawah, seperti: (a) Lurah/kepala desa dengan duduk di kursi sambil merokok, sebab ia mempunyai anak buah yang bisa ditugasi sebagai bawahannya, (b) Orang yang sakit lumpuh dengan kursi rodanya, (c) orang yang suka pidato (ceramah), (d) orang yang suka bermain, dan (e) pion yang digambarkan seperti orang cantik, penghibur yang lebih dulu telah dimakan (diserang).
2. Para Serdadu, yaitu mata catur yang kedudukannya di samping raja. Serdadu beserta perangkat senjatanya, digambarkan dengan menggunakan pistol; ada pula yang digambarkan membawa senjata laras panjang yang disandarkan pada bahunya.
3. Dua raja juga digambarkan sebagai pecatur, dengan ekspresi yang berbeda. Yang satu digambarkan sebagai Raja yang merokok dengan berbagai daun ganja, dan dengan memegang serdadu yang siap untuk ditempatkan pada posisi penyerangan. Pecatur lawannya digambarkan tampak berpikir serius, dengan melotot dan hidung panjang, seperti Petruk (tokoh punokawan dalam wayang) dalam lakon Petruk Jadi Ratu , dengan berpakaian seperti Jendral.
Makna simbolik dari karya seni Lukis Heri Dono, merupakan simbol sebagai bentuk tanda yang semi natural, dan tidak sepenuhnya arbiter. Simbol dapat termasuk dalam kategori yang ikonik, indeksikal, yang tidak akan bisa berdiri sendiri sebagai satu aspek dari sebuah tanda. Simbol adalah unsur bahasa yang bersifat arbiter dan konvensional, yang mewakili hubungan objek dan signifikansinya (Lyons, 1977:100, dalam Pateda, 2001:50). Secara umum, bermain catur adalah permainan otak (olah raga otak) yang menuntut kesabaran, ketelitian, kejelian, kemampuan meng-gunakan strategi pengempuran, dan tidak boleh emosional, sebab emosi bisa mempengaruhi tingkat kejelian dan ketelitian. Bila emosinya tidak ditahan dengan kesabaran, akan muncul kecerobohan dan kefatalan. Makna simbolik dari sebuah permainan catur adalah keseriusan berpikir logis, dengan menggunakan strategi yang mapan, dan dengan penuh kesabaran mengikuti permainan dengan tata aturan permainan yang jelas.
Dari berbagai tinjuan semiotik dalam membahas karya seni lukis Heri Dono, yang berjudul Bermain Catur , dapat dimaknai bahwa semua permainan itu bisa mengekspresikan tentang siapa yang bermain, karakteristik dan perilaku pemain, tata cara yang digunakan dalam permainan, strategi penggempuran dalam permainan, tingkat kejelian pemain, kecerobohan, emosi dan segala latar kehidupannya yang dapat tercermin dalam pola permainan itu. Heri Dono mampu mengungkapkan implementasi bermain catur dengan berbagai makna biner, karena di dalamnya merupakan aspek hubungan sebab-akibat dari satu pola permainan yang dimainkan oleh si penguasa atau Pecatur. Pecatur boleh memilih strategi apa saja, kapan saja, dan di mana saja ia akan menggunakan strategi tersebut. Makna binernya adalah; apakah permainan catur dalam Bermain Catur karya Heri Dono adalah permainan politik, atau olah percaturan banyolan; telah diekspresikan Heri Dono secara lengkap.
Menurut Sachari (2005), semiotik bahasa rupa merupakan kerangka dasar dari desain. Bahasa rupa seperti halnya bahasa yang lain juga memiliki sebagai kaidah, asas dan konsep. Ada empat kelompok unsur dalam bahasa rupa, yaitu: (a) unsur konsep, yang terdiri dari titik, garis, bidang, dan volume; (b) unsur rupa, yang terdiri dari bentuk, ukuran, warna, dan tekstur; (c) unsur pertalian, yang terdiri dari arah, kedudukan, ruang, gaya, dan berat; dan (d) unsur peranan, yang terdiri dari gaya, makna dan tugas.
Berdasarkan konsep tersebut, tinjauan semiotik bahasa rupa terhadap lukisan Bermain Catur karya Heri Dono, dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Unsur Konsep; lukisan Hedi Dono berjudul Bermain Catur terdiri dari garis-garis kontur yang amat jelas, yaitu garis-garis nyata yang merupakan gambar garis seperti spiral, tangga, yang memang berwujud garis. Sedangkan garis semu bisa dibentuk dari pertemuan antara warna bidang, ruang dengan objek , dan juga garis kontur pada setiap obyek. Garis-garis
tersebut amat jelas dan mudah teramati, apalagi bila setiap unsur garis digambarkan sebagai garis nyata. Begitu juga bidang (space) yang merupakan bentuk di luar obyek mempunyai besaran yang tidak sama. Tampilan garis nyata (linier) dan garis semu dalam lukisan Bermain Catur
b. Unsur rupa; dalam lukisan Heri Dono, tampak dari bentuk yang jelas, dengan ukuran yang tidak sama. Postur Pecatur yang dalam posisi berdiri, mempunyai ukuran yang tidak sama dengan postur Pecatur yang lain yang dengan posisi duduk. Pemaparan warna pada bidang papan catur, tidak dibentuk secara teratur seperti halnya catur riil, namun dibentuk dengan segi empat yang berbeda ukuran dan bentuk geometrisnya. Warna objek dan warna ruang (area) mempunyai kapasitas warna yang tidak sama, sehingga dapat diukur besarannya.
c. Unsur pertalian; pertalian arah dari lukisan Heri Dono, menunjukkan arah yang terpusat di tengah, yang bisa diamati dari posisi duduk yang menghadap ke papan catur, serta hidung yang menunjukkan arah dari bentuk tersebut. Sedangkan postur pecatur yang berdiri, dikuatkan arahnya dengan tangan yang berjari kriting, yang telah mengambil salah satu mata catur, sehingga kedua arah tersebut bisa bertemu dalam satu titik, tepat mengenai papan caturnya.
d. Unsur peranan; lukisan Heri Dono berjudul Bermain Catur mempunyai peranan yang jelas, karena visualisasi objek dalam lukisan tersebut merupakan gaya yang menyadur atau mendeformasi objek (manusia) sebagai wayang, dan bergaya dekoratif. Hubungan objek manusia, dan bentuk ruang mempunyai peranan yang berbeda. Bentuk ruang tampak menonjolkan keberadaan objek manusia. Perbandingan ukuran bentuk juga mempunyai peran yang berbeda pula. Pion yang digambarkan sebagai manusia dalam ukuran kecil, memang difungsikan sebagai mata catur, sedangkan pecaturnya digambarkan dalam ukuran besar, sehingga perananannya adalah sebagai penentu permainan mata catur.

SIMPULAN
Berbagai uraian diatas yang memaknai lukisan Bermain Catur karya Heri Dono; merupakan penafsiran terhadap bahasa rupa, yang diasumsikan pada karya seni lukis post modern. Lukisan tersebut merupakan parodi dan karikatural, yang bernuansa kritik terhadap para penguasa, sebagai pemain dalam percaturan politik, ekonomi, dan kebudayaan.


DAFTAR RUJUKAN
--------------, 2004, Visual Art, Edisi Perdana, Juni-Juli 2004, Media Visual Art, Jakarta.
Barthes, Roland, 2004, Mitologi, diterjemahkan Nurhadi, Yogyakarta, Kreasi Wacana.
Berger, Arthur, 1984, diterjemahkan Dwi Marianto, 2000, Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Yogyakarta, Tiara Wacana.
Ching, Francis DK, 2002, Menggambar Suatu Proses Kreatif, Jakarta Erlangga.
Rohendi, Tjetep Rohidi, 2000, Ekspresi Seni Orang Miskin, Bandung, Yayasan Cendikia.
Janali, Supeno, 2004, Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Seni di Indonesia,Depdiknas, Jakarta.
Laseau, Paul, 1986, Berpikir Gambar bagi Arsitek dan Perancang, ITB, Bandung.
Sachari, Agus, 2005, Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa, Jakarta, Erlangga.
Sobur, Alex, 2004, Semiotika Komunikasi, Bandung, Rosda Katya.
Tuti Artha, Arwan & Heddy Shri Ahimsa-Putra, 2004, Jejak Masa Lalu, Sejuta
Warisan Budaya, Yogyakarta, Kunci Ilmu.
Pateda, Mansoer, 2001, Semantik Leksikal, Jakarta, Rineka Cipta.
Peursen, Van, 1976, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta, Kanisius.
https://www.google.com/search?q=bermain+catur+heridono&a=1
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar