Tiga puluh tahun
yang lalu, kami Tim Peneliti dari UM, melakukan penelitian lapangan di
Tanjungbumi Bangkalan Madura. Saat itu batik Madura belum berkembang seperti
Batik Madura di empat Kabupaten saat ini, yang mempunyai kearifan lokal. Tahun
1986 kami ber empat melakukan penelitian lapangan di Tanjungbumi Madura, untuk
mencari tahu asal muasal batik Madura. Dikarenakan kami ber empat tidak fasih bahasa
Madura, akhirnya kami mencari penterjemah, dan menghadap Dinas Perindustrian di
Tanjungbumi Bangkalan Madura. Kami berkeinginan mencari tahu Batik Madura itu
seperti apa. Yang menjadi pertanyaan saat itu adalah mengapa masyarakat
Tanjungbumi memproduksi batik, bagaimana pemasarannya, dan bagaimana kondisi
sosial ekonomi masyarakat Tanjungbumi.
Dari
berbagai pertanyaan tersebut diketemukan jawaban sementara, iaitu Batik di
Tanjungbumi itu dikerjakan oleh para perempuan (wanita), untuk mengisi waktu
kosongnya. Karena para lelaki (suami) sebagai kepala rumah tangga banyak
berlayar hingga sampai di Malaysia. Batik yang dibuat di Tanjungbumi itu berdasar
pada kondisi alam, dibuat dengan bebas (tidak beraturan), dan pada umumnya
warna yang digunakan adalah warna alam yang tumbuh di kawasan Tanjungbumi. Dikarenakan
lokasi Tanjungbumi berada di pesisir laut, sehingga banyak burung yang sebagai
inspirasi untuk di jadikan motif hias batik. Pada umumnya warnanya adalah Biru
tua (gedung) dan warna merah. Pada
tahun 1996 itu kami dari tim peneliti telah menemukan 25 ragam hias batik
Madura di Tanjungbumi dengan nama-nama khas daerah, seperti ragam hias batik
Blenteh, Cengpanceng, Perkaper, Slekoh, Bangkopi, Mimba, banggedang, dan
sebagainya. Jumlahnya saat itu baru 25 motif hias yang kami temukan.
Kawasan Areal Tanjungbumi dalam peta :
Motif Hias Batik Tanjungbumi : (1) Pukupu; (2) Rungburung
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Tanjungbumi
Masyarakat
Tanjungbumi bila dilihat sepintas itu banyak penduduk perempuannya. Hal ini
disebabkan para lelaki (suami) mempunyai pekerjaan melaut dan berlayar hingga
ke daerah lain, sampai di Malaka. Para lelaki yang melaut tidak saja mencari
ikan, tetapi meeka sambilmembawa batik itu ke negeri seberang, dan setelah laku
terjual, mereka kembali dengan membawa barang-barang eelktronik dan jam
tangan. Para perempuan yang di tinggal
suaminya berlayar, mereka menunggu waktu yang cukup lama. Selama menunggu
itulah mereka mempunyai kreasi membatik dengan kemampuan kreativitasnya. Motif
hias batik yang dituangkan dalam batik Tanjungbumi adalah motif hias yang di
stilirisasi dari apa yang ada di sekitarannya. Bila ia melihat burung camar,
maka ia membuat batik dengan motif hias burung. Bila ia mengamati disekitarnya
ada Kupu-kupu, maka ia mengekspresikannya dalam bentuk batik Kupu-kupu. Uniknya
mereka mampu mencerap kondisi lingkungan untuk dijadikan motif hias, dan
akhirnya motif hias ini dari tahun ke tahun di dokumentasikan oleh Dinas
Perindustrian sebagai kekayaab buaya batik yang merupakan kearifan lokal (local genius) masyarakat Tanjungbumi. Hasil
batik yang dipasarkan oleh para suami yang berlajayar di negeri seberang,
menghasilkan kondisi ekonomi yang lebih mapan, dan hal tersebut menjadikan
motivasi bagi masyarakat untuk terus berkarya membatik.
Hubungan
keluarga masyarakat Tanjungbumi seperti halnya masyarakat Madura, mereka hidup
berkeluarga besar yang rumahnya ituberdampingan, dan ada satu musholla di
setiap kelompok keluarga yang besar. Musholla pada umumnya berada di depan
rumah mereka. Kondisi seperti ini dapay dijadikan sebagai sebagai pendidikan
keluarga yang agamis.
Warga Masyarakat
Tanjungbumi terutama yang laki-laki, bila dilihat dari sisi luarnya, mereka itu
kelihatan garang, dan selalu membawa senjata kecil (clurit), dan bila diberlakukan tidak adil maka mereka melawan
dengan fisik secara berani. Tetapi bila mereka diberlakukan dengan baik dan
adil, mereka mempunyai perangai yang bagus,melindungi dan bertindak sangat
menghormati.
Kondisi
sosial ini juga tergambar dalam batik Madura di Tanjungbumi. Batik tersebut
bila diamati secara kasat mata dalam waktu selintas tanpa ikut merasakan,
rasanya batik Tanjungbumi ini penggarapannya masih kasar bila diandingkan
dengan batik Yogyakarta maupun Batik Solo.
Proses Produksi
Seperti
halnya batik di daerah lain di Indonesia, batik Tanjungbumi juma mempunyai
keunikan dalam proses pembatikannya. Bermula dari kain mori yang akan dibatik,
pada umumnya bahan kain batik adalah kain cotton (mori) yang diproses dengan tahapan berikut : (1) menghilangkan
lemah yang ada pada kain katun. Kalau di Jawa Kain yang akan dibatik
dibersihkan dulu dengan larutan tepol untuk mempercepat penghilangan lemak pada
kain mori tersebut. Di Tanjungbumi sistem dilakukan proses lecak, yaitu kain
direndam dengan sejenis biji-bijian nyamplong dicampur air abu, berfungsi agar
kain hilang dari minyak dan bahan pengembang kain; (2) kain yang telah
dihilangkan minyak atau lemak tersebut diseterika, dan diberi pola (motif hias)
sesuai dengan selera pengrajin batik Tanjungbumi. Untuk memberi judul batik
Tanjungbumi memang agak unik, misalnya Cengpanceng, Bangkopi, Rongterong,
Perkaper, Slekoh, Tarpoteh dan lain-lainnya.(3) keunikan lain pada saat
pemberian warna dengan sistem gentongan. Maksudnya setelah kain yang dibatik
sudah diberi lilin dengan canting, atau dengan canting cop, berikutnya di beri
warna dengan sistem perendaman. Pada umumnya warna yng digunakan adalah warna
Biru Tua (Gedung), dan pewarnaannya
dilakukan cukup lama, agar bahan pewarna alam tersebut dapat masuk pada serat
kain secara merata. Setelah pewarnaan pertama, ada lilin yang dihilangkan, dan
berikutnya direndam dengan warna merah tua, dengan bahan pewarna alam juga.
Sehingga perendamannya menjadi cukup lama, sampai ber bulan-bulan. (4) proses
penghilangan lilih batik dengan menggunakan air panas pada gentong berikutnya
sampai selesai. Sistem Gentongan ini menjadi kekhasan proses pewarnaan Batik
madura Tanjungbumi. (5) saat ini mereka sudah mengembangkan diri, sistem
gentongan ini sudah banyak ditinggalkan pengrajin, dan hanya 3 sampai 5 perajin
yang masih tetap mempertahankan sistem gentongan ini.
Perkembangan Motif Batik dan Ukir Madura
Model dan pengembangan
motif hias batik Tanjungbumi ini banyak didukung oleh keberadaan batik pada setiap
pengrajin yang menghasilkan warna, bentuk, dan motif yang bervariatif. Kevariatifan
motif hias ini berdasar pada pertemuan antar warga, atau saat mereka berpameran
bersama. Melihat temannya menciptakan motif hias yang baru, berikut teman yang lainnya
menciptakan yang lain, sehingga dengan persaingan sehat ini menimbulkan kekayaan
motif hias batik Tanjungbumi Madura. Kalau Tahun 1986 kami baru menemukan 25 jenis
motif hias, namun sekarang sudah mencapai 1000 jenis motif hias. Untuk mendokumentasikan
motif hias tersebut Dinas Perindustrian Kabupaten Bangkalan mengidentifikai perkembangan
motif batik Tanjungbumi, yang sudah di unggah di laman web.
Motif hias ukir
Madura dikenali sejak zaman kerajaan, sehingga eksistensinya lebih nampak. Ukir
Madura pada umumnya bersentra di Karduluk. Para perajin sampai saat ini masih mempertahankan
ukiran Madura khas ini, sebab salah satu model ukir an Madura adalah motif hias
yang bertumpuk. Mulai dar zaman Kerajaan majapahit, Ukiran kayu sangat mewarnai
kekriyaan di Nusantara, karena ukiran ini pada umumnya diterapkan pada benda-benda
fungsional, seperti Meja kursi, almari dan tempat tidur. Pada Tahun 1989 kami juga
melakukan penelitian motif hias ukir Madura dan juga mendokumentasikan motif hias
ukian gebyok di Asta Tenggi. Bahkan para perajin ukir di Karduluk setelah saya ajak
diskusi mereka banyak yang belum mengetahui ukiran kayu yang berada di Asta Tenggi.
Bila dibandingkan memang mempunyai perbedaan krakteristiknya.
Motif ukiran
Madura mempunyai kekahasan yang rumit bertumpuk dan berlubang, sehingga ukiran Madura
ini banyak di minati oleh para kolektor. Bila kita menengok ukiran Madura yang bersifat
lakaran, yaitu daun dan bunga, yang mempunyai karakter garis-garis yang kuat dan
tajam, seperti gambar berikut ini.
Pada gambar tersebut dapatlah kita lihat bahwa motif hias bunga disusun sepereti daun bersirif tinggal dan runcing-runcing. Namun bila kita amati secara keseluruhan kelihatan ada harmonisasi kesatuan garis-garis dalam pola lakaran ukiran Madura,
Penutup
Mencari akar
batik Madura di Tanjungbumi sebagai ikon daerah yang merupakan kearifan lokal, belum
dilakukan penelitian yang bersifat sejarah. Pwerkembangan dari tahun-ke tahun, di
mana batik Tanjungbumi ini adalah bagian dari Batik Pesisiran Jawa Timur, yang mempunyai
keanekaragaman yang unik dan menarik. Tulisan ini boleh dikembangkan menjadi base
data penelitian lanjut, dan silakan untuk dikembangkan sesuai dengan aturan yg berlaku.
Sekelumit uraian
ini semoga bermanfaat sebagai kasanah pengembangan wawasan tentang eksistensi batik
Nusantara, yang boleh dijadikan sebagai wahana untuk melengkapi aktivitas pembelajaran
batik dalam pembelajaran seni budaya pada kurikulum KTSP, maupun Kurikulim K13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar