Perkembangan
batik di Indonesia dari masa ke masa menunjukkan kemajuan yang pesat, unik dan
menarik. Ada batik klasik, ada batik etnik, ada batik kearifan lokal, ada batik
natural, dan ada pula batik gradasi atau batik pelangi, serta lukisan batik.
Di saat batik
sebagai simbol pakaian resmi keluarga dan punggawa keraton, warnanya di
dominasi oleh warna coklat dan biru tua. Batik yang berkembang dan di produksi
di dalam Keraton disebut sebagai Batik Gedongan. Motif hias Batik Gedongan
diciptakan berdasarkan pada filosofi dan pendidikan feodal dalam Keraton, dan
produksi batik Gedongan ini sangat terbatas.
Dikarenakan
kebutuhan sandang di masyarakat luas sangat tinggi, maka daerah-daerah pesesir
dan di luar keraton, mengembangkan batik berbasis potensi lokal. Batik
pesisiran berkembang pesat, karena para pengrajin secara bebas merancang desain
motif hias batik berdasar pada kearifan lokal. Namun pewarnaannya masih terikat
dengan batik gedongan.
Sekitar tahun
1950-1960 an, pasaran batik sangat bagus, baik batik gedongan maupun batik
pesisiran, dengan warna-warna coklat dan biru tua. Pasca tahun itu sekitar
tahun 1960 an, masyarakat peseieiran mulai mengubah warna batik yang agak
berani, dan juga motifnya lebih bebas. Batik yang warnanya lebih bebas ini
berkembang pesat di Pekalongan, yang pada akhirnya orang memberi nama Batik
Pekalongan. Perkembangan batik kearifan lokal ini juga di ikuti oleh daerah
lain sebagai kantong-kantong produksi batik, seperti Tuban, Cirebon, Bali, dan
Tulungagung. Di Wilayah Tuban sangat terkenal dengan Batik Gedok Tuban, yang
mempunyai ragam hias yang khas yaitu Daun Kluwih dan Burung Patinan. Sedangkan di
Tulungagung baru dirintis oleh seorang pengrajin batik di Desa Majanan,
dengan nama Batik Gajah Mada. Masyarakat memberi nama Batik Majanan atau Batik
Gajah Modoan. Di daerah lain di luar Jawa juga berkembang Batik Sasirangan atau
batik Jumputan yang teknologinya sangat berbeda dengan batik tradisional di
Jawa.
Pada Tahun
1970-an pasaran batik mengalami penurunan yang drastis, karena saat itu ada
produk-produk kain Tetoron, yang ringan dan dengan warna-warna yang lembut.
Kain Tetoron menggeser pasar pakaian batik, sehingga produksi batik menjadi trun
drastis.
Pada tahun
1980-an Madura menggegerkan masyarakat pembatik, karena batik Madura ini
motifnya unik, dan warna kontras-kontras. Namun demikian produksi Batik Madura
yang berkembang di Desa Tanjungbumi Bangkalan merupakan sentra pengembangan
batik Madura yang bersifat khas, unik dan menarik. Perkembangan berikutnya
Batik Madura ini tidak hanya di Bangkalan, tetapi berkembang di empat Kabupaten secara bersama-sama. Namun
kelihatan sekali kekhasannya, sehingga
orang langsung memberi label Batik Madura.
Beberapa saat
yang lalu ada pameran industri kreatif di berbagai daerah, termasuk di Kota
Malang dan di Yogyakarta, muncul batik baru yaitu Batik Pelangi dan atau Batik
Gradasi. Batik Gradasi di Yogyakarta ini pada mulanya diterapkan pada lukisan
batik, dimana para seniman banyak yang melakukan ekperimentasi dan
bereksplorasi, sehingga menjadi pusat inspirasi dalam pengembangan batik
Gradasi. Contoh Lukisan Batik yang warnanya gradasi adalah seperti berikut.
Berdasar lukisan
batik yang berkembang sekitar tahun 1980-1990 an ini rupanya saat ini para
seniman mencoba untuk mengembangkan batik gradasi atau batik pelangi pada batik
fungsional sebagai bahan pakaian, yang warnanya banyak di dominasi warna pastel.
Lantas apa
sebenarnya batik gradasi itu, mengapa batik tersebut dikembangkan, siapa
pengembangnya, dan kapan batik gradasi itu muncul. Serangkaian pertanyaan itu
muncul saat ini, dan apakah batik gradasi akan menggeser pasaran batik tradisi,
atau batik lokal, itu semua perlu dicari jawabnya berdasarkan pendekatan
analisis antropologis, yaitu masalah sosil, ekonomi, pendidikan, politik,
kultural, dan seni budaya.
Pembahasan
Dari kajian
sosiologis yang berkait erat dengan batik, adalah merupakan kajian terhadap
hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhan yang maha Kuasa. Hal ini
sangat mendasar, karena batik yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah
berkait erat dengan potensi lingkungan yang dijadikan sebagai inspirasi untuk
menciptakan motif hias batik. Motif hias batik Daun Kluwih di Tuban, Motif
batik Ceng-panceng di Madura, Motif hias Pace di Pacitan, itu semua merupakan
interaksi seniman atau perajin batik dengan lingkungannya. Motif hias tersebut
diciptakan dan di uji cobakan oleh perajin batik untuk memproduksi secara
terbatas, tetapi masyarakat mengapresiasinya dengan baik, dan membelinya.
Dari Kajian
ekonomi, bahwasannya batik di ciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
sandang. Sandang merupakan kebutuhan pokok ke tiga dari manusia, setelah
pangan, lalu papan, dan pakaian. Di masyarakat ada beberapa lapisan sosial ekonomi,
diantaranya masyarakat ekonomi kelas bawah, kelas menengah, dan kelas tinggi. Pada
masyarakat ekonomi kelas bawah kebutuhan sandang itu patokannya adalah bagus dan
harganya murah. Tidak peduli terhadap apa yang dipaki itu sama dengan orang
lain. Tetapi ekonomi masyarakat kelas
menengah dan atas, mempunyai persepsi
yang berbeda terhadap eksisitensi batik
sebagai bahan sandang. Mereka menginginkan motif hias yang ekslusif dengan
warnanya juga unik, sehingga mereka berani membayar mahal. Dengan pendekatan sosial
ekonomi seperti ini dibaca oleh masyarakat perajin intelek, untuk menciptakan
motif hias batik yang baru, ekslusif dan warnanya berbeda. Sehingga tak jarang
batik yang warnanya kusam sangat digemari oleh masyarakat ekonomi kelas
menengah dan atas.
Bila di tinjau
dari sisi pendidikan, perkembangan batik gradasi ini dikarenakan kemajuan
pendidikan tinggi seni di Indonesia yang meluas, dan lulusannya cukup banyak, sehingga
mereka melakukan ekspolasi bentuk dan teknik dalam memproduksi batik. Batik
gradasi ini pada mulanya banyak di konsumsi oleh turis asing di wilayah pantai
dalam bentuk sarung pantai. Sarung ini berbeda dengan sarung untuk ibadah.
Sarung pantai dibuat dari kain yang tipis dan lentur, dengan warna-warna
pastel, yang teknil memproduksinya dengan sistem batik coletan (colet) dengan
kwas, sehingga menghasilkan warna-warni yang aduhai. Dengan kemajuan pendidikan
seni di sekolah, para guru menggunakan batik sebagai sarana pembelajaran,
sehingga mereka sangat tertarik untuk menekuni batik sesuai seleranya. Karena
sistem celup memerlukan ruang dan tempat yang luas, maka batik gradasi ini
sangat cocok untuk pembelajaran seni budaya di sekolah. Hasil eksplorasi batik
gradasi dapat dilihat dari gambar berikut ini.
Kajian politik
terhadap eksistensi batik ini sangat berpengaruh pada permasalahan politik
perdagangan dan juga politik pemerintahan. Keberadaan batik di Indonesia telah
banyak yang meneliti bahwa batik di Indonesia itu ada sejak abad ke7-8, di
Singghasari. Hal ini terbulti bahwa Patung Ken Dedes itu kain panjangnya yang dipakainya sudah
menggukan motif ukir batik, yaitu motif Kawung atau Jlamprang. Pada abad 21 ini
batik di patent-kan oleh Malaysia, maka Indonesia merasa dipencundangi,
sehingga menjadi permasalahan politik antar negara. Tetapi Unesco akhirnya
menetapkan bahwa Batik itu budaya Asli Indonesia non benda. Dengan
ditetapkannya batik adalah milik bangsa Indonesia, pada akhirnya batik
berkembang di setiap daerah Kabupaten dan Kota, untuk memiliki batik khas, dan
menjadi seragam resmi bagi Pegawai, Guru, dan siswa di wilayahnya
masing-masing.
Bila di tinjau
dari segi kultural, batik di Indonesia itu juga dibuat sebagai sarung untuk
beribadah, dan juga pakaian beribadah masyarakat Muslim. Karena berpakaian yang
bagus, itu menjadi suatu kewajiban di saat beribadah, sehingga ada korelasi
antara nama batik dengan pakaian yang digunakannya. Pakaian dalam bahasa Jawa
adalah “ageman”, yang dapat dimaknai
sebagai pegangan, atau pakaian. Sebagai pegangan bila kata “ageman” dipadankan dengan agama, yang
artinya adalah panutan, atau pegangan dan keimanan. Batik baru yang berwarna
pelangi atau gradasi ini sangat bagus untuk pakaian wanita, karena warnanya
warna pastel, yang membuat pemakainya semakin cantik. Cantik berarti indah, dan
Yang Maha Indah itu hanya milik Allah. Berikut ini sarung batik untuk laki-laki
maupun perempuan.
Bila di tinjau dari
seni dan budaya, maka keberadaan batik merupakan hasil budaya bangsa yang mempunyai
nilai tinggi. Bila di tinjau dari kesejarahan dan keberadaannya, batik sebagai warisan leluhur, yang
sampai saat ini terus dipertahankan. Karena batik sebagai produk kreativtas bangsa,
maka keberadaannya mempunyai nilai-nilai seni, mulai dari perancangan, proses produksi
dan inspirasi yang selalu dikawal dari keberadaan lingkungan masyarakat.
Dengan kehadiran
batik baru yang diberi nama batik gradasi, sebetulnya titiktolaknya hanya pada teknik
pewarnaannya saja. Untuk mendapat warna gradasi pembatik boleh menggunakan teknologi
semprot dalam sistem pewarnaannya. Tetapi sistem pambatikannya masih terpancang
pada pembatikan yang tradisi menggunakan canting cawang, dan juga boleh menggunakan
canting cap. Bila pengrajin mampu menghasilkan sistem pewarnaannya menggunakan kwas,
itu juga tak menjadi masalah. Singga tidak merubah makna filosofi batik secara menyeluruh.
Penutup
Sekali lagi referat
ini tidak membuat kesimpulan. Bila pembaca akan memberikan kesimpulan yang berbeda
juga tidak di permasalahkan. Deskripsi tentang batik ini merupakan hasil pengamatan
secara berterusan, sehingga tidak menggunakan referensi tertulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar