Abstrak;
menggambar bercerita adalah salah satu bentuk ekspresi dua demensi, dalam
artian demensi visual dan demensi verbal. Keduanya mempunyai ranah yang
berbeda, tetapi menjadi satu kesatuan yang utuh, mempunyai fungsi untuk
mencerdaskan otak kanan dan otak kiri, mengembangkan ketrampilan berpikir
ganda, mengembangkan ketrampilan skill untuk berkarya, mengekspresikan dua
perasaan yang berbeda wujud, dan merupakan pembentukan karakter yang lengkap,
yaitu kejujuran dan kesopanan, kreatif, disiplin, ketekunan, kegigihan, berani dan
bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas.
Kata kunci : gambar bercerita, pendidikan senirupa,
pendidikan karakter
Pendahuluan
Pada
perkembangan Kurikulum di Indonesia, yang berkait erat dengan pendidikan seni
dan kerajinan, beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan Kurikulum berati
juga adanya perubahan isi dan strategi pembelajarannya, termasuk pada
pendidikan kesenian. Pendidikan seni adalah pendidikan karakter yang penuh,
artinya tidak hanya mendidik anak dengan ketrampilan, tetapi juga mempunyai
nilai pendidikan sikap, dan juga nilai pendidikan kreativitas. Pada sisi
pendidikan seni yang mampu mengembangkan kreativitas anak, pembelajaran seni
dapat dilaksanakan secara bertahap, berkelanjutan, dan dimulai dari kegiatan
yang bersifat elementer. Bila elemen-elemen seni dapat dipahami secara
menyeluruh, maka pendidikan seni adalah suatu model yang disebut sebagai “integrated learning”. Artinya dengan
seni dapat dibelajarkan semua mata pelajaran secara mudah, yang melibatkan
berbagai unsur pemikiran, yang dipadukan dengan unsur persepsi apresiasi, dan
juga merupakan suatu kiat untuk melakukan “respons”
secara menyeluruh. Pendidikan seni sebagai pendidikan yang terintegrasi itu
dapat mudah dilaksanakan pada tataran pendidikan dasar, terutama di tingkat
sekolah dasad (SD). Pendidikan seni di SD pada umumnya diajarkan oleh Guru
kelas, dan seorang Guru kelas yang mumpuni, ia akan sadar bahwa semua mata
pelajaran juga dapat dilewatkan melalui seni. Pendidikan seni yang terintegrasi
itu nampak pada model pendidikan seni yang tematis sifatnya, dan bersifat
ilustratif, yang dapat diberikan di SD pada kelas rendah. Tema-tema kehidupan
sehari-hari dapat di ekspolarasikan kedalam pendidikan senirupa dalam
menggambar bercerita.
Menggambar
bagi anak-anak adalah kegiatan yang bersifat rekreatif, dan mereka dapat
lakukan kapan saja. Apalagi bila saat mereka berkarya, dan mendapat motivasi
oleh orang tuanya, atau orang dianggapnya mengetahui benar tentang menggambar,
ia meski akan termotivasi yang lebih baik lagi. Pada umumnya anak-anak SD kelas
rendah bila mereka menggambar itu ia sambil ngomong (berceloteh) untuk
melengkapi keperluan ekspresinya. Hal tersebut merupakan keperluan ekspresi
yang ganda, yaitu ekspresi untuk mengungkap dalam wujud rupa, dan ungkap dalam
bentuk tulis(verbal). Tak ayal bila anak-anak sedang menggambar dengan
bercerita, pada akhir ceritanya gambarnya menjadi rusak, atau juga dapat
menjadi lebih baik dan indah.
Apa yang
dikandunginya dalam menggambar cerita? Banyak hal yang boleh dilakukan oleh
siswa dalam upaya mengekspresikan diri untuk menggambar cerita. Pertama siswa
ibarat seorang seniman telah mempunyai “imajinasi” atau “idea” yang wujud. Idea
tersebut telah ada, iaitu sebuah idea untuk menggambar. Cerita yang akan ia lungkapkan
adalah suatu “konsep dua matra”, yaitu konsep yang verbal dan konsep yang
visual. Kedua konsep tersebut menjadi satu kesatuan utuh (terintegrasi), dan di
ekpresikan secara nyata. Dalam menggambar bercerita ia telah membuat segmentasi
atau penggalan cerita dan juga penggalan dalam gambarnya. Penggalan itu sendiri
adalah sebuah konsep, yaitu suatu konsep untuk menyudahi cerita pada suatu
tahapan, dan akan diberlanjutkan pada penggalan berikutnya yang bersifat
“berkelanjutan”. Ada dua hal yang dicapai, yaitu runtutan cerita, dan juga
runtutan gambar. Ada juga karya peserta yang bersifat penggalan murni. Artinya
tidak berkelanjutan. Satu gambar dengan satu cerita. Tetapi ada peserta yang
mampu mengurai cerita dengan segmentasi yang berkelanjutan. Ide cerita yang
sudah jadi digambarkan dalam lakaran (sketsa) pada gambar, merupakan suatu
tahapan berkarya secara progersif, berkelanjutan, yang merupakan rangkaian
cerita yang menyeluruh.
Gambar Bercerita
Tulisan ini
merupakan hasil dari pengamatan lapangan, pada saat pelaksanaan lomba
menggambar bercerita nasional yang dilaksanakan oleh FLS2N Kemendiknas pada
bulan Juni tahun 2011 di Makasar. Ada 33 peserta yang merupakan wakil-wakil
daerah untuk mengikut kegiatan lomba ini. Lomba menggambar bercerita ini memakan
waktu dua hari, mulai pukul 08.00 sampai pukul.15.00 pada hari pertama, dan
pada hari kedua mulai pukul 08.00 sampai pukul 12.00. Selama dua hari penulis
melakukan pengamatan intensif, dan mencatat beberapa tahapan yang dilakukan
oleh peserta.
Tahapan
pemberian motivasi, dan penjelasan teknik diberikan sehari sebelum pelaksanaan
oleh tim juri, yang memberikan penjelasan teknik, yaitu jumlah karya yang harus
dibuat, tema, dan teknik pelaksanaan. Pada umumnya peserta didampingi oleh
orang tuanya, atau yang mewakilinya, karena kehadiran peserta yang datang dari
luar propinsi mempunyai harapan untuk mendapatkan juara. Kejuaraan dalam
kegiatan lomba menggambar bercerita ini sejumlah 6(enam) pemenang dengan
kategori Juara 1, 2, dan 3, serta juara harapan 1, harapan 2, dan harapan 3.
Tema-tema yang diberikan oleh panitia kepada peserta yaitu : (1) Alamku yang
Indah Ciptaan Tuhan; (2) Keluarga yang harmonis; (3) Lingkungan hidup. Tentu
saja setiap peserta telah dapat menterjemahkan dan menceritakan dan menjabarkan
dari tema yang dipilihnya.
Tahapan
persiapan fisik, para peserta pada awal memasuki ruangan dibantu oleh orang tua
atau yang mendampingi untuk menyiapkan bahan pewarna dan bahan pendukung,
seperti crayon, cat air, kwas, dan meja menggambar. Sebetulnya panitia telah
menyiapkan bangku dan meja yang cukup untuk peserta, tetapi para peserta diberi
kebebasan menempatkan posisi badan sewaktu ia bekerja. Penyiapan fisik ini
tentu saja juga merupakan persiapan mental bagi peserta dan orang tua yang
mendampinginya. Pada saat waktu telah ditentukan, maka para pendamping keluar
dari ruangan, dan yang ada hanya para panitia dengan juri, para peserta dengan
peralatannya. Sementara suasana menjadi tegang, karena secara psikologis para
siswa berhadapan dengan lawannya untuk beradu kreasi dan menghasilkan
karya-karya terbaiknya.
Sikap dan
tanggungjawab dari para peserta kelihatan betul-betul siap untuk memuntahkan
ekspresinya masing-masing. Ada yang menrencanakan ceritanya lebih dahulu, ada
yang langsung membuat garis-garis sket untuk berkarya, tetapi ceritanya sudah
ada di dalam otaknya. Situasi lomba sangat mendominasi, sehingga menjadi
hening, dan panitia mencoba untuk memberi suasana bergembira dengan lagu
sayup-sayup lagu-lagu nasional dikumandangkan. Dengan suasana seperti itu
suasana agak menjadi lebih segar. Peserta harus mengerjakan 7(tujuh) karya
dengan ukuran kertas A3, dengan kategori satu lembar untuk kafer cerita,
sedangkan yang enam lembar merupakan gambar yang bercerita. Disinilah peserta
dituntut untuk memenuhi pendidikan karakter bertanggung jawab untuk
menyelesaikan tujuh gambar dalam waktu dua hari. Selama proses berkarya mulai
dari awal sampai selesai, mereka sangat tekun dan berusaha sekuat tenaga,
pikiran dan perasaan, serta kreasi untuk membuat karya gambar bercerita, yang
mempunyai demensi verbal dan demensi visual.
Dasar
pengembangan gambar bercerita, para peserta lomba adalah wakil daeri daerah
propinsi masing-masing. Dengan serta merta meski ia membawa kebudayaan
daerahnya sebagai wahana untuk mengeklporasi ide kreatifnya dalam gambar
bercerita. Jadi ia tidak sekedar hadir sebagai peserta lomba, tetapi mereka
adalah wakil daerah yang akan mengusung budaya setempat sebagai kearifan lokal.
Sayangnya tema-tema yang diusung dalam lomba ini buka sebagai identitasnya
budaya lokal, tetapi sebagai respons etetik para peserta pada kondisi
lingkungan keluarga dan kondisi alam secara makro. Salah satu contoh judul yang
diusung oleh salah satu peserta yaitu “Indahnya alamku ciptaan Tuhan”. Respons
estetik yang nampak pada karya-karya dari para peserta adalah “pengalaman
pribadi” peserta sewaktu ia diajak oleh keluarga berekreasi di kawasan alam dan
hutan. Dari hasil ekpresi dan ekplorasinya itu nampak bahwa gambar bercerita
tersebut mengkisahkan perjalanannya berekreasi di kawasan hutan, di laut, di seaworld, yang kesemuanya merupakan
rekaman dalam otaknya, yang menjadi idea yang wujud, dan diekspresikan melalui
gambar bercerita. Salah satu peserta dengan hasilnya seperti berikut.
Dalam
mengembangkan persepsi terhadap judul, salah satu peserta lomba dalam penggalan
cerita dan gambar, mengekspresikan dalam verbal, seperti pada gambar 1
dituturkan : “Bukan hanya alam saja yang kita jaga, tetapi ciptaan Tuhan yang
lainnya juga harus kita jaga. Seperti hewan darat, hewan di udara. Hewan yang
bisa kita lindungi adalah Cenderawasih, Orang Hutan, dan Kancil. Karena Mereka
adalah sahabat kita”. Pada gambar ke 2, selain tampilan yang visual, ia juga
bercerita seperti berikut : “Selain kekayaan di dasar laut, Indonesia juga
memiliki hutan yang sangat luas. Hutan itu perlu kita jaga dan lestarikan
dengan cara reboisasi. Kitapun juga harus membuang sampah pada tempatnya sesuai
dengan jenis sampahnya. Agar hutan kita terlihat bersih dan indah”. Ia mampu
mengembangkan persepsinya pada masalah lingkungan, pelestarian alam,
kebersihan, dan permasalahan sosial yang sering ia amati. Contoh gambar
bercerita tersebut
Apresiasi Gambar Cerita
Untuk dapat
mengapresiasi gambar kanak-kanak, rupanya kita perlu menurunkan kadar artistik
orang dewasa, dan memasuki area kanak-kanak. Bila kita dapat menahan emosional kita,
dan masuk pada ranah pemikiran dan kemampuan ekspresi kanak-kanak, maka ada
beberapa tahapan untuk mengapresiasinya, yakni : (1) kita melihat gambar
bercerita sebagai ungkapan ekspresai bebas dan terbatas dikarenakan ada tema,
(2) kita memasuki gambar dengan ikut merasakan wujud nyata (fisik) sebatas
kanak-kanak, (3) setelah mampu merasakan komposisi bentuk dan warna berikut
kita mencoba menerima pemikiran mereka akan cerita bergambarnya, (4) mampu
menelaah isi dan bentuk secara terintegrasi.
Itulah
sekedar tahapan untuk mengapresiasi gambar kanak-kanak dalam tematik, dengan
melibatkan rasa dalam wujud, dan tahapan berikutnya rasa dalam tidak wujud,
seperti komposisi garis dan bentuk, serta warna yang menjadi satu kesatuan
utuh. Sehingga apresiasi berarti menilai dengan rasa dalaman.
BAGUS DAN MENDIDIK,TERIMAKASIH
BalasHapus