Sabtu, 10 September 2016

KARYA SENI RUPA MELALUI RUANG ALTERNATIF MERUPAKAN KOMPETENSI ISI SENIRUPA KURIKULUM 2013 UNTUK SMA



Menjadi Guru Seni Budaya di tingkat SMA dituntut selalu mengikuti perkembangan senirupa yang berada di lapangan. Pada akhir-akhir ini bermunculan berbagai Art Gallery yang memberi ruang pamer bagi para pelukis muda Indonesia, dan juga pelukis-pelukis daerah.Para seniman daerah mengusung kearifan lokal. Keragaman hasil senirupa daerah ternyata telah mewarnai eksistensi seni budaya daerah sebagai kearifan lokal (local genius), dan perlu mendapatkan apresiasi bagi siswa SMA, yang cocok untuk materi pembelajaran Apresiasi Senirupa.
Kompetensi Isi pada Kurikulum 2013, sub bidang studi senirupa kelas X pada poin 3, dituliskan bahawa: Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa keingintahuannya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
Menurut  I Wayan Seriyoga Parta(2008) Dalam kaitan pertumbuhan ruang alternatif ini Amanda Katherine Rath mengungkapkan “dalam konteks Indonesia “ruang seni alternatif” urban bisa dipandang sebagai kelanjutan konsep dasar sistem sanggar maupun sebagai representasi masyarakat yang kian terintregrasi ke dalam jaringan internasional.Berbeda dengan kelompok/sanggar yang lebih ideologis dengan semangat nasionalisme seperti yang tejadi pada th 30-an sampai 60-n, yang bisa dilihat dari Persagi atau yang lebih ideologis Sanggar Bumi Tarung yang sangat sosialis. Ruang/ komunitas alternatif umumnya konsen dengan persoalan fenomena masyarakat urban dan penyebaran lintas budaya-lintas bangsa-globalisasi.
Salah satu ruang alternatif dalam senirupa adalah Kearifan lokal (local genius) saat ini menjadi primadona di setiap daerah, yang ditunjukkan oleh keberadaan seni terapan, seperti batik. Di setiap daerah Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia telah dimunculkan adanya batik sebagai identitas lokal, seperti Batik Gajah Oling Banyuwangi, Batik Kembang Tembakau di Jember, batik Kerang dan Biota laut di Situbondo, Batik Pisang Setandan di Lumajang, Batik Anggur dan mangga di Probolinggo, Batik Gedok di Tuban, Batik Madura, Batik Gajah Mada di Tulungagung, Batik Pring Sedapur di Magetan, Batik Kenongo di Madiun, batik Pace di Pacitan, Batik Jati Bojonegoro, dan masih banyak lagi produk kearifan lokal yang menandai ciri khas dari pemerintah daerah.
 Karya batik sebagai kearifan lokal tersebut dapat memberikan identitas lokal sebagai ikon daerah, dan di setiap daerah mempunyai keragaman hasilnya. Bila dari berbagai identas lokal tersebut dijadikan sebagai materi pembelajaran seni budaya daerah, hal tersebut akan membantu para guru senirupa untuk memeberikan pelajaran apresiasi di tingkat SMA. Karena di dalam batik itu terkandung berbagai nilai estetik dan makna simbolik yang dapat dikaji dan digali sebagai keraifan lokal.

Jabaran dari kompetensi isi pada Kurikulum 2013 tersebut dapat diuraikan seperti berikut ini: (1) Memahami struktur, jenis, dan fungsi karya seni lukis dengan beragam media dan teknik; (2) Menganalisis simbol, makna, dan nilai estetika karya seni lukis dengan beragam media dan teknik; (3) Memahami struktur, jenis, dan fungsi karya seni grafis dengan beragam media dan teknik; (4) Menganalisis simbol, makna, dan nilai estetika karya seni grafis dengan beragam media dan teknik; (5) Memahami struktur, jenis, dan fungsi karya seni ilustrasi dengan beragam media dan teknik; (6) Menganalisis simbol, makna, dan nilai estetika karya seni ilustrasi dengan beragam media dan teknik; (7) Menganalisis kegiatan pameran karya seni rupa dua dimensi.


Ruang Alternatif dalam Senirupa

Seperti telah diutarakan di atas bahawa ruang senirupa alternatif masa kini merupakan wahana untuk berkreasi seni secara terbuka dan wahana alternatif untuk mengembangkan senirupa melalui berbagai media, sanggar, dan  ekstra kurikuler di sekolah. Diharapkan lahan ekstra kurikuler seni di sekolah mampu menguak dan mengembangkan seni secara luas dan terbuka, dengan mengembangkan kreativitas secara optimal, dengan media yang bervariatif. Tidak saja menggambar atau melukis, tetapi sampai pada kriya batik, dan berbagai kriya dengan media bahan bekas.
Setiap tahun di Jawa Timur dan Indonesia menyelenggarakan lomba yang di wadahai dalam FSL2N, dan salah satunya adalah mengembangkan kekriyaan alternatif sebagai produk-produk dari berbagai daerah urban, dan menghasilkan berbagai asesoris yang beraneka ragam. Asesories yang menjadi wahana senirupa alternatif merupakan medan ruang alternatif dalam pengembangan senirupa, ternyata dari 37 daerah Kabupaten dan Kota di Jawa Timur menghasilkan berbagai alternatif produk senirupa yang beraneka corak, ragam, dan bahan. Kreativitas daerah muncul dengan membawa nama SMA di daerah, dan dengan kejelian para pembimbing mampu menhasilkan produk-produk yang alternatif.
 Seperti koran bekas, bila digarap secara serius akan menghasilkan produk yang berkualitas, dengan teknik yang sangat sederhana sampai pada teknik yang sangat rumit. Di Jogyakarta ada satu kawasan yang menggunakan koran bekas sebagai wahana untuk tas, dan dikerjakan secara serius, sehingga menjadi produk ekspor. Itulah maknanya bahawa koran bekas sebagai wahana ruang  alternatif dalam berbagai medi

Ruang-ruang alternatif ini tersebar dikantung-kantung kesenian, di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Bali, Semarang, Malang, serta tidak menutup kemungkinan terdapat di daerah lain (luar Jawa dan Bali) dalam lingkup wilayah propinsi seperti Sumatera yang akhir-akhir ini mulai menunjukkan gelagat kebangkitan. Dengan menyebut diantaranya adalah Rumah Seni Cemeti, Gelaran Budaya, Mes 56, Rumah Seni Muara, hingga Parking Space di Yogyakarta, atau dari Barak Galeri, Pabriek Galeri, di Bandung dan kemudian hadir Rumah Proses, hingga Common Room, atau Room no.1, If Veneu dan yag lain. Ruang Rupa Jakarta, Klinik Seni Taxu Bali, atau Ktok Project Semarang, bahkan Komunitas Belanak di Padang. Mereka umumnya memakai pola yang sama, bersifat inisiatif dan mempunyai ruang untuk mempresentasikan karya-karya mereka. Femonema ini bahkan mungkin juga muncul daerah-daerah seperti; Kalimantan, Sulawesi, hanya saja aktivitas mereka tidak pernah terekspose sampai ketingkat nasional, atau belum adanya usaha/kesadaran untuk membuat jaringan dalam lingkup yang lebih luasa senirupa yang dapat diwujudkan dalam kreativitas anak bangsa.
 Selain produk-produk seni terapan,  dalam senirupa pada ruang alternatif banyak menghasilkan lukisan dengan berbagai corak dan ragamnya. Lukisan dengan berbagai corak yang bersifat alternatif dapat dikembangkan oleh anak-anak setingkat SMA, yang merupakan kompetensi ekspresi dan kompetensi apresiatif. Kompetensi apresiatif dimaknai sebagai media ekspresi yang perlu dipersepsi.


Penutup

Suatu kompetensi dalam pendidikan seni budaya pada kurikulum 2013, yakni memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa keingintahuannya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
Dengan adanya eksistensi ruang alternatif dalam berkreasi seni budaya, maka Guru seni menjadi mediator untuk mencari sumber, mencari produk-produk inovatif sesuai dengan perjalanan waktu yang terus berkembang, sehingga senirupa alternatif menjadi bagian dari isi materi pembelajaran seni budaya di tingkat SMA.
Kiranya tulisan ini dapat menggugah para Guru Senibudaya di SMA untuk berkreasi, dan menyiapkan murid-muridnya yang kreatif, dan dirahmati Allah. amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar