Rabu, 28 September 2016

BATIK GRADASI SUATU INOVASI KREASI BARU PADA BATIK MASA KINI



Perkembangan batik di Indonesia dari masa ke masa menunjukkan kemajuan yang pesat, unik dan menarik. Ada batik klasik, ada batik etnik, ada batik kearifan lokal, ada batik natural, dan ada pula batik gradasi atau batik pelangi, serta lukisan batik.
Di saat batik sebagai simbol pakaian resmi keluarga dan punggawa keraton, warnanya di dominasi oleh warna coklat dan biru tua. Batik yang berkembang dan di produksi di dalam Keraton disebut sebagai Batik Gedongan. Motif hias Batik Gedongan diciptakan berdasarkan pada filosofi dan pendidikan feodal dalam Keraton, dan produksi batik Gedongan ini sangat terbatas.
Dikarenakan kebutuhan sandang di masyarakat luas sangat tinggi, maka daerah-daerah pesesir dan di luar keraton, mengembangkan batik berbasis potensi lokal. Batik pesisiran berkembang pesat, karena para pengrajin secara bebas merancang desain motif hias batik berdasar pada kearifan lokal. Namun pewarnaannya masih terikat dengan batik gedongan.
Sekitar tahun 1950-1960 an, pasaran batik sangat bagus, baik batik gedongan maupun batik pesisiran, dengan warna-warna coklat dan biru tua. Pasca tahun itu sekitar tahun 1960 an, masyarakat peseieiran mulai mengubah warna batik yang agak berani, dan juga motifnya lebih bebas. Batik yang warnanya lebih bebas ini berkembang pesat di Pekalongan, yang pada akhirnya orang memberi nama Batik Pekalongan. Perkembangan batik kearifan lokal ini juga di ikuti oleh daerah lain sebagai kantong-kantong produksi batik, seperti Tuban, Cirebon, Bali, dan Tulungagung. Di Wilayah Tuban sangat terkenal dengan Batik Gedok Tuban, yang mempunyai ragam hias yang khas yaitu Daun Kluwih dan Burung Patinan. Sedangkan di Tulungagung baru  dirintis oleh seorang pengrajin batik di Desa Majanan, dengan nama Batik Gajah Mada. Masyarakat memberi nama Batik Majanan atau Batik Gajah Modoan. Di daerah lain di luar Jawa juga berkembang Batik Sasirangan atau batik Jumputan yang teknologinya sangat berbeda dengan batik tradisional di Jawa.
Pada Tahun 1970-an pasaran batik mengalami penurunan yang drastis, karena saat itu ada produk-produk kain Tetoron, yang ringan dan dengan warna-warna yang lembut. Kain Tetoron menggeser pasar pakaian batik, sehingga produksi batik menjadi trun drastis.
Pada tahun 1980-an Madura menggegerkan masyarakat pembatik, karena batik Madura ini motifnya unik, dan warna kontras-kontras. Namun demikian produksi Batik Madura yang berkembang di Desa Tanjungbumi Bangkalan merupakan sentra pengembangan batik Madura yang bersifat khas, unik dan menarik. Perkembangan berikutnya Batik Madura ini tidak hanya di Bangkalan, tetapi berkembang  di empat Kabupaten secara bersama-sama. Namun kelihatan sekali kekhasannya,  sehingga orang langsung memberi label Batik Madura.
Beberapa saat yang lalu ada pameran industri kreatif di berbagai daerah, termasuk di Kota Malang dan di Yogyakarta, muncul batik baru yaitu Batik Pelangi dan atau Batik Gradasi. Batik Gradasi di Yogyakarta ini pada mulanya diterapkan pada lukisan batik, dimana para seniman banyak yang melakukan ekperimentasi dan bereksplorasi, sehingga menjadi pusat inspirasi dalam pengembangan batik Gradasi. Contoh Lukisan Batik yang warnanya gradasi adalah seperti berikut.






Berdasar lukisan batik yang berkembang sekitar tahun 1980-1990 an ini rupanya saat ini para seniman mencoba untuk mengembangkan batik gradasi atau batik pelangi pada batik fungsional sebagai bahan pakaian, yang warnanya banyak di dominasi warna pastel.
Lantas apa sebenarnya batik gradasi itu, mengapa batik tersebut dikembangkan, siapa pengembangnya, dan kapan batik gradasi itu muncul. Serangkaian pertanyaan itu muncul saat ini, dan apakah batik gradasi akan menggeser pasaran batik tradisi, atau batik lokal, itu semua perlu dicari jawabnya berdasarkan pendekatan analisis antropologis, yaitu masalah sosil, ekonomi, pendidikan, politik, kultural, dan seni budaya.

Pembahasan

Dari kajian sosiologis yang berkait erat dengan batik, adalah merupakan kajian terhadap hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhan yang maha Kuasa. Hal ini sangat mendasar, karena batik yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah berkait erat dengan potensi lingkungan yang dijadikan sebagai inspirasi untuk menciptakan motif hias batik. Motif hias batik Daun Kluwih di Tuban, Motif batik Ceng-panceng di Madura, Motif hias Pace di Pacitan, itu semua merupakan interaksi seniman atau perajin batik dengan lingkungannya. Motif hias tersebut diciptakan dan di uji cobakan oleh perajin batik untuk memproduksi secara terbatas, tetapi masyarakat mengapresiasinya dengan baik, dan membelinya.
Dari Kajian ekonomi, bahwasannya batik di ciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan sandang. Sandang merupakan kebutuhan pokok ke tiga dari manusia, setelah pangan, lalu papan, dan pakaian. Di masyarakat ada beberapa lapisan sosial ekonomi, diantaranya masyarakat ekonomi kelas bawah, kelas menengah, dan kelas tinggi. Pada masyarakat ekonomi kelas bawah kebutuhan sandang itu patokannya adalah bagus dan harganya murah. Tidak peduli terhadap apa yang dipaki itu sama dengan orang lain. Tetapi ekonomi  masyarakat kelas menengah dan atas, mempunyai  persepsi yang berbeda terhadap  eksisitensi batik sebagai bahan sandang. Mereka menginginkan motif hias yang ekslusif dengan warnanya juga unik, sehingga mereka berani membayar mahal. Dengan pendekatan sosial ekonomi seperti ini dibaca oleh masyarakat perajin intelek, untuk menciptakan motif hias batik yang baru, ekslusif dan warnanya berbeda. Sehingga tak jarang batik yang warnanya kusam sangat digemari oleh masyarakat ekonomi kelas menengah dan atas.
Bila di tinjau dari sisi pendidikan, perkembangan batik gradasi ini dikarenakan kemajuan pendidikan tinggi seni di Indonesia yang meluas, dan lulusannya cukup banyak, sehingga mereka melakukan ekspolasi bentuk dan teknik dalam memproduksi batik. Batik gradasi ini pada mulanya banyak di konsumsi oleh turis asing di wilayah pantai dalam bentuk sarung pantai. Sarung ini berbeda dengan sarung untuk ibadah. Sarung pantai dibuat dari kain yang tipis dan lentur, dengan warna-warna pastel, yang teknil memproduksinya dengan sistem batik coletan (colet) dengan kwas, sehingga menghasilkan warna-warni yang aduhai. Dengan kemajuan pendidikan seni di sekolah, para guru menggunakan batik sebagai sarana pembelajaran, sehingga mereka sangat tertarik untuk menekuni batik sesuai seleranya. Karena sistem celup memerlukan ruang dan tempat yang luas, maka batik gradasi ini sangat cocok untuk pembelajaran seni budaya di sekolah. Hasil eksplorasi batik gradasi dapat dilihat dari gambar berikut ini.




 
Kajian politik terhadap eksistensi batik ini sangat berpengaruh pada permasalahan politik perdagangan dan juga politik pemerintahan. Keberadaan batik di Indonesia telah banyak yang meneliti bahwa batik di Indonesia itu ada sejak abad ke7-8, di Singghasari. Hal ini terbulti bahwa Patung Ken Dedes itu kain panjangnya yang dipakainya  sudah menggukan motif ukir batik, yaitu motif Kawung atau Jlamprang. Pada abad 21 ini batik di patent-kan oleh Malaysia, maka Indonesia merasa dipencundangi, sehingga menjadi permasalahan politik antar negara. Tetapi Unesco akhirnya menetapkan bahwa Batik itu budaya Asli Indonesia non benda. Dengan ditetapkannya batik adalah milik bangsa Indonesia, pada akhirnya batik berkembang di setiap daerah Kabupaten dan Kota, untuk memiliki batik khas, dan menjadi seragam resmi bagi Pegawai, Guru, dan siswa di wilayahnya masing-masing.
Bila di tinjau dari segi kultural, batik di Indonesia itu juga dibuat sebagai sarung untuk beribadah, dan juga pakaian beribadah masyarakat Muslim. Karena berpakaian yang bagus, itu menjadi suatu kewajiban di saat beribadah, sehingga ada korelasi antara nama batik dengan pakaian yang digunakannya. Pakaian dalam bahasa Jawa adalah “ageman”, yang dapat dimaknai sebagai pegangan, atau pakaian. Sebagai pegangan bila kata “ageman” dipadankan dengan agama, yang artinya adalah panutan, atau pegangan dan keimanan. Batik baru yang berwarna pelangi atau gradasi ini sangat bagus untuk pakaian wanita, karena warnanya warna pastel, yang membuat pemakainya semakin cantik. Cantik berarti indah, dan Yang Maha Indah itu hanya milik Allah. Berikut ini sarung batik untuk laki-laki maupun perempuan.





 Bila di tinjau dari seni dan budaya, maka keberadaan batik merupakan hasil budaya bangsa yang mempunyai nilai tinggi. Bila di tinjau dari kesejarahan dan keberadaannya, batik sebagai warisan leluhur, yang sampai saat ini terus dipertahankan. Karena batik sebagai produk kreativtas bangsa, maka keberadaannya mempunyai nilai-nilai seni, mulai dari perancangan, proses produksi dan inspirasi yang selalu dikawal dari keberadaan lingkungan masyarakat.
Dengan kehadiran batik baru yang diberi nama batik gradasi, sebetulnya titiktolaknya hanya pada teknik pewarnaannya saja. Untuk mendapat warna gradasi pembatik boleh menggunakan teknologi semprot dalam sistem pewarnaannya. Tetapi  sistem pambatikannya masih terpancang pada pembatikan yang tradisi menggunakan canting cawang, dan juga boleh menggunakan canting cap. Bila pengrajin mampu menghasilkan sistem pewarnaannya menggunakan kwas,  itu juga tak menjadi masalah. Singga tidak merubah makna filosofi batik secara menyeluruh.

Penutup

Sekali lagi referat ini tidak membuat kesimpulan. Bila pembaca akan memberikan kesimpulan yang berbeda juga tidak di permasalahkan. Deskripsi tentang batik ini merupakan hasil pengamatan secara berterusan, sehingga tidak menggunakan referensi tertulis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar