Senin, 26 September 2016

PENDIDIKAN SENI DAN PENDIDIKAN KARAKTER YANG KOLABORATIF DAN INTEGRATIF DIEKSPRESIKAN DALAM GAMBAR BERCERITAC



Abstrak; menggambar bercerita adalah salah satu bentuk ekspresi dua demensi, dalam artian demensi visual dan demensi verbal. Keduanya mempunyai ranah yang berbeda, tetapi menjadi satu kesatuan yang utuh, mempunyai fungsi untuk mencerdaskan otak kanan dan otak kiri, mengembangkan ketrampilan berpikir ganda, mengembangkan ketrampilan skill untuk berkarya, mengekspresikan dua perasaan yang berbeda wujud, dan merupakan pembentukan karakter yang lengkap, yaitu kejujuran dan kesopanan, kreatif,  disiplin, ketekunan, kegigihan, berani dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas.

Kata kunci : gambar bercerita, pendidikan senirupa, pendidikan karakter

Pendahuluan

Pada perkembangan Kurikulum di Indonesia, yang berkait erat dengan pendidikan seni dan kerajinan, beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan Kurikulum berati juga adanya perubahan isi dan strategi pembelajarannya, termasuk pada pendidikan kesenian. Pendidikan seni adalah pendidikan karakter yang penuh, artinya tidak hanya mendidik anak dengan ketrampilan, tetapi juga mempunyai nilai pendidikan sikap, dan juga nilai pendidikan kreativitas. Pada sisi pendidikan seni yang mampu mengembangkan kreativitas anak, pembelajaran seni dapat dilaksanakan secara bertahap, berkelanjutan, dan dimulai dari kegiatan yang bersifat elementer. Bila elemen-elemen seni dapat dipahami secara menyeluruh, maka pendidikan seni adalah suatu model yang disebut sebagai “integrated learning”. Artinya dengan seni dapat dibelajarkan semua mata pelajaran secara mudah, yang melibatkan berbagai unsur pemikiran, yang dipadukan dengan unsur persepsi apresiasi, dan juga merupakan suatu kiat untuk melakukan “respons” secara menyeluruh. Pendidikan seni sebagai pendidikan yang terintegrasi itu dapat mudah dilaksanakan pada tataran pendidikan dasar, terutama di tingkat sekolah dasad (SD). Pendidikan seni di SD pada umumnya diajarkan oleh Guru kelas, dan seorang Guru kelas yang mumpuni, ia akan sadar bahwa semua mata pelajaran juga dapat dilewatkan melalui seni. Pendidikan seni yang terintegrasi itu nampak pada model pendidikan seni yang tematis sifatnya, dan bersifat ilustratif, yang dapat diberikan di SD pada kelas rendah. Tema-tema kehidupan sehari-hari dapat di ekspolarasikan kedalam pendidikan senirupa dalam menggambar bercerita.
Menggambar bagi anak-anak adalah kegiatan yang bersifat rekreatif, dan mereka dapat lakukan kapan saja. Apalagi bila saat mereka berkarya, dan mendapat motivasi oleh orang tuanya, atau orang dianggapnya mengetahui benar tentang menggambar, ia meski akan termotivasi yang lebih baik lagi. Pada umumnya anak-anak SD kelas rendah bila mereka menggambar itu ia sambil ngomong (berceloteh) untuk melengkapi keperluan ekspresinya. Hal tersebut merupakan keperluan ekspresi yang ganda, yaitu ekspresi untuk mengungkap dalam wujud rupa, dan ungkap dalam bentuk tulis(verbal). Tak ayal bila anak-anak sedang menggambar dengan bercerita, pada akhir ceritanya gambarnya menjadi rusak, atau juga dapat menjadi lebih baik dan indah.


Apa yang dikandunginya dalam menggambar cerita? Banyak hal yang boleh dilakukan oleh siswa dalam upaya mengekspresikan diri untuk menggambar cerita. Pertama siswa ibarat seorang seniman telah mempunyai “imajinasi” atau “idea” yang wujud. Idea tersebut telah ada, iaitu sebuah idea untuk menggambar. Cerita yang akan ia lungkapkan adalah suatu “konsep dua matra”, yaitu konsep yang verbal dan konsep yang visual. Kedua konsep tersebut menjadi satu kesatuan utuh (terintegrasi), dan di ekpresikan secara nyata. Dalam menggambar bercerita ia telah membuat segmentasi atau penggalan cerita dan juga penggalan dalam gambarnya. Penggalan itu sendiri adalah sebuah konsep, yaitu suatu konsep untuk menyudahi cerita pada suatu tahapan, dan akan diberlanjutkan pada penggalan berikutnya yang bersifat “berkelanjutan”. Ada dua hal yang dicapai, yaitu runtutan cerita, dan juga runtutan gambar. Ada juga karya peserta yang bersifat penggalan murni. Artinya tidak berkelanjutan. Satu gambar dengan satu cerita. Tetapi ada peserta yang mampu mengurai cerita dengan segmentasi yang berkelanjutan. Ide cerita yang sudah jadi digambarkan dalam lakaran (sketsa) pada gambar, merupakan suatu tahapan berkarya secara progersif, berkelanjutan, yang merupakan rangkaian cerita yang menyeluruh.



Gambar Bercerita

Tulisan ini merupakan hasil dari pengamatan lapangan, pada saat pelaksanaan lomba menggambar bercerita nasional yang dilaksanakan oleh FLS2N Kemendiknas pada bulan Juni tahun 2011 di Makasar. Ada 33 peserta yang merupakan wakil-wakil daerah untuk mengikut kegiatan lomba ini. Lomba menggambar bercerita ini memakan waktu dua hari, mulai pukul 08.00 sampai pukul.15.00 pada hari pertama, dan pada hari kedua mulai pukul 08.00 sampai pukul 12.00. Selama dua hari penulis melakukan pengamatan intensif, dan mencatat beberapa tahapan yang dilakukan oleh peserta.
Tahapan pemberian motivasi, dan penjelasan teknik diberikan sehari sebelum pelaksanaan oleh tim juri, yang memberikan penjelasan teknik, yaitu jumlah karya yang harus dibuat, tema, dan teknik pelaksanaan. Pada umumnya peserta didampingi oleh orang tuanya, atau yang mewakilinya, karena kehadiran peserta yang datang dari luar propinsi mempunyai harapan untuk mendapatkan juara. Kejuaraan dalam kegiatan lomba menggambar bercerita ini sejumlah 6(enam) pemenang dengan kategori Juara 1, 2, dan 3, serta juara harapan 1, harapan 2, dan harapan 3. Tema-tema yang diberikan oleh panitia kepada peserta yaitu : (1) Alamku yang Indah Ciptaan Tuhan; (2) Keluarga yang harmonis; (3) Lingkungan hidup. Tentu saja setiap peserta telah dapat menterjemahkan dan menceritakan dan menjabarkan dari tema yang dipilihnya.
Tahapan persiapan fisik, para peserta pada awal memasuki ruangan dibantu oleh orang tua atau yang mendampingi untuk menyiapkan bahan pewarna dan bahan pendukung, seperti crayon, cat air, kwas, dan meja menggambar. Sebetulnya panitia telah menyiapkan bangku dan meja yang cukup untuk peserta, tetapi para peserta diberi kebebasan menempatkan posisi badan sewaktu ia bekerja. Penyiapan fisik ini tentu saja juga merupakan persiapan mental bagi peserta dan orang tua yang mendampinginya. Pada saat waktu telah ditentukan, maka para pendamping keluar dari ruangan, dan yang ada hanya para panitia dengan juri, para peserta dengan peralatannya. Sementara suasana menjadi tegang, karena secara psikologis para siswa berhadapan dengan lawannya untuk beradu kreasi dan menghasilkan karya-karya terbaiknya.
Sikap dan tanggungjawab dari para peserta kelihatan betul-betul siap untuk memuntahkan ekspresinya masing-masing. Ada yang menrencanakan ceritanya lebih dahulu, ada yang langsung membuat garis-garis sket untuk berkarya, tetapi ceritanya sudah ada di dalam otaknya. Situasi lomba sangat mendominasi, sehingga menjadi hening, dan panitia mencoba untuk memberi suasana bergembira dengan lagu sayup-sayup lagu-lagu nasional dikumandangkan. Dengan suasana seperti itu suasana agak menjadi lebih segar. Peserta harus mengerjakan 7(tujuh) karya dengan ukuran kertas A3, dengan kategori satu lembar untuk kafer cerita, sedangkan yang enam lembar merupakan gambar yang bercerita. Disinilah peserta dituntut untuk memenuhi pendidikan karakter bertanggung jawab untuk menyelesaikan tujuh gambar dalam waktu dua hari. Selama proses berkarya mulai dari awal sampai selesai, mereka sangat tekun dan berusaha sekuat tenaga, pikiran dan perasaan, serta kreasi untuk membuat karya gambar bercerita, yang mempunyai demensi verbal dan demensi visual.
Dasar pengembangan gambar bercerita, para peserta lomba adalah wakil daeri daerah propinsi masing-masing. Dengan serta merta meski ia membawa kebudayaan daerahnya sebagai wahana untuk mengeklporasi ide kreatifnya dalam gambar bercerita. Jadi ia tidak sekedar hadir sebagai peserta lomba, tetapi mereka adalah wakil daerah yang akan mengusung budaya setempat sebagai kearifan lokal. Sayangnya tema-tema yang diusung dalam lomba ini buka sebagai identitasnya budaya lokal, tetapi sebagai respons etetik para peserta pada kondisi lingkungan keluarga dan kondisi alam secara makro. Salah satu contoh judul yang diusung oleh salah satu peserta yaitu “Indahnya alamku ciptaan Tuhan”. Respons estetik yang nampak pada karya-karya dari para peserta adalah “pengalaman pribadi” peserta sewaktu ia diajak oleh keluarga berekreasi di kawasan alam dan hutan. Dari hasil ekpresi dan ekplorasinya itu nampak bahwa gambar bercerita tersebut mengkisahkan perjalanannya berekreasi di kawasan hutan, di laut, di seaworld, yang kesemuanya merupakan rekaman dalam otaknya, yang menjadi idea yang wujud, dan diekspresikan melalui gambar bercerita. Salah satu peserta dengan hasilnya seperti berikut.


Dalam mengembangkan persepsi terhadap judul, salah satu peserta lomba dalam penggalan cerita dan gambar, mengekspresikan dalam verbal, seperti pada gambar 1 dituturkan : “Bukan hanya alam saja yang kita jaga, tetapi ciptaan Tuhan yang lainnya juga harus kita jaga. Seperti hewan darat, hewan di udara. Hewan yang bisa kita lindungi adalah Cenderawasih, Orang Hutan, dan Kancil. Karena Mereka adalah sahabat kita”. Pada gambar ke 2, selain tampilan yang visual, ia juga bercerita seperti berikut : “Selain kekayaan di dasar laut, Indonesia juga memiliki hutan yang sangat luas. Hutan itu perlu kita jaga dan lestarikan dengan cara reboisasi. Kitapun juga harus membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan jenis sampahnya. Agar hutan kita terlihat bersih dan indah”. Ia mampu mengembangkan persepsinya pada masalah lingkungan, pelestarian alam, kebersihan, dan permasalahan sosial yang sering ia amati. Contoh gambar bercerita tersebut

Apresiasi Gambar Cerita

Untuk dapat mengapresiasi gambar kanak-kanak, rupanya kita perlu menurunkan kadar artistik orang dewasa, dan memasuki area kanak-kanak. Bila kita dapat menahan emosional kita, dan masuk pada ranah pemikiran dan kemampuan ekspresi kanak-kanak, maka ada beberapa tahapan untuk mengapresiasinya, yakni : (1) kita melihat gambar bercerita sebagai ungkapan ekspresai bebas dan terbatas dikarenakan ada tema, (2) kita memasuki gambar dengan ikut merasakan wujud nyata (fisik) sebatas kanak-kanak, (3) setelah mampu merasakan komposisi bentuk dan warna berikut kita mencoba menerima pemikiran mereka akan cerita bergambarnya, (4) mampu menelaah isi dan bentuk secara terintegrasi.
Itulah sekedar tahapan untuk mengapresiasi gambar kanak-kanak dalam tematik, dengan melibatkan rasa dalam wujud, dan tahapan berikutnya rasa dalam tidak wujud, seperti komposisi garis dan bentuk, serta warna yang menjadi satu kesatuan utuh. Sehingga apresiasi berarti menilai dengan rasa dalaman.
 

 

 

1 komentar: