Senin, 12 September 2016

MENCARI AKAR BATIK MADURA



Tiga puluh tahun yang lalu, kami Tim Peneliti dari UM, melakukan penelitian lapangan di Tanjungbumi Bangkalan Madura. Saat itu batik Madura belum berkembang seperti Batik Madura di empat Kabupaten saat ini, yang mempunyai kearifan lokal. Tahun 1986 kami ber empat melakukan penelitian lapangan di Tanjungbumi Madura, untuk mencari tahu asal muasal batik Madura. Dikarenakan kami ber empat tidak fasih bahasa Madura, akhirnya kami mencari penterjemah, dan menghadap Dinas Perindustrian di Tanjungbumi Bangkalan Madura. Kami berkeinginan mencari tahu Batik Madura itu seperti apa. Yang menjadi pertanyaan saat itu adalah mengapa masyarakat Tanjungbumi memproduksi batik, bagaimana pemasarannya, dan bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat Tanjungbumi.
Dari berbagai pertanyaan tersebut diketemukan jawaban sementara, iaitu Batik di Tanjungbumi itu dikerjakan oleh para perempuan (wanita), untuk mengisi waktu kosongnya. Karena para lelaki (suami) sebagai kepala rumah tangga banyak berlayar hingga sampai di Malaysia. Batik yang dibuat di Tanjungbumi itu berdasar pada kondisi alam, dibuat dengan bebas (tidak beraturan), dan pada umumnya warna yang digunakan adalah warna alam yang tumbuh di kawasan Tanjungbumi. Dikarenakan lokasi Tanjungbumi berada di pesisir laut, sehingga banyak burung yang sebagai inspirasi untuk di jadikan motif hias batik. Pada umumnya warnanya adalah Biru tua (gedung) dan warna merah. Pada tahun 1996 itu kami dari tim peneliti telah menemukan 25 ragam hias batik Madura di Tanjungbumi dengan nama-nama khas daerah, seperti ragam hias batik Blenteh, Cengpanceng, Perkaper, Slekoh, Bangkopi, Mimba, banggedang, dan sebagainya. Jumlahnya saat itu baru 25 motif hias yang kami temukan.
Kawasan Areal Tanjungbumi dalam peta :

 
 
Motif Hias Batik Tanjungbumi : (1) Pukupu; (2) Rungburung

 


 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Tanjungbumi

Masyarakat Tanjungbumi bila dilihat sepintas itu banyak penduduk perempuannya. Hal ini disebabkan para lelaki (suami) mempunyai pekerjaan melaut dan berlayar hingga ke daerah lain, sampai di Malaka. Para lelaki yang melaut tidak saja mencari ikan, tetapi meeka sambilmembawa batik itu ke negeri seberang, dan setelah laku terjual, mereka kembali dengan membawa barang-barang eelktronik dan jam tangan.  Para perempuan yang di tinggal suaminya berlayar, mereka menunggu waktu yang cukup lama. Selama menunggu itulah mereka mempunyai kreasi membatik dengan kemampuan kreativitasnya. Motif hias batik yang dituangkan dalam batik Tanjungbumi adalah motif hias yang di stilirisasi dari apa yang ada di sekitarannya. Bila ia melihat burung camar, maka ia membuat batik dengan motif hias burung. Bila ia mengamati disekitarnya ada Kupu-kupu, maka ia mengekspresikannya dalam bentuk batik Kupu-kupu. Uniknya mereka mampu mencerap kondisi lingkungan untuk dijadikan motif hias, dan akhirnya motif hias ini dari tahun ke tahun di dokumentasikan oleh Dinas Perindustrian sebagai kekayaab buaya batik yang merupakan kearifan lokal (local genius) masyarakat Tanjungbumi. Hasil batik yang dipasarkan oleh para suami yang berlajayar di negeri seberang, menghasilkan kondisi ekonomi yang lebih mapan, dan hal tersebut menjadikan motivasi bagi masyarakat untuk terus berkarya membatik.
Hubungan keluarga masyarakat Tanjungbumi seperti halnya masyarakat Madura, mereka hidup berkeluarga besar yang rumahnya ituberdampingan, dan ada satu musholla di setiap kelompok keluarga yang besar. Musholla pada umumnya berada di depan rumah mereka. Kondisi seperti ini dapay dijadikan sebagai sebagai pendidikan keluarga yang agamis.
Warga Masyarakat Tanjungbumi terutama yang laki-laki, bila dilihat dari sisi luarnya, mereka itu kelihatan garang, dan selalu membawa senjata kecil (clurit), dan bila diberlakukan tidak adil maka mereka melawan dengan fisik secara berani. Tetapi bila mereka diberlakukan dengan baik dan adil, mereka mempunyai perangai yang bagus,melindungi dan bertindak sangat menghormati.
Kondisi sosial ini juga tergambar dalam batik Madura di Tanjungbumi. Batik tersebut bila diamati secara kasat mata dalam waktu selintas tanpa ikut merasakan, rasanya batik Tanjungbumi ini penggarapannya masih kasar bila diandingkan dengan batik Yogyakarta maupun Batik Solo.

Proses Produksi

Seperti halnya batik di daerah lain di Indonesia, batik Tanjungbumi juma mempunyai keunikan dalam proses pembatikannya. Bermula dari kain mori yang akan dibatik, pada umumnya bahan kain batik adalah kain cotton (mori) yang diproses dengan tahapan berikut : (1) menghilangkan lemah yang ada pada kain katun. Kalau di Jawa Kain yang akan dibatik dibersihkan dulu dengan larutan tepol untuk mempercepat penghilangan lemak pada kain mori tersebut. Di Tanjungbumi sistem dilakukan proses lecak, yaitu kain direndam dengan sejenis biji-bijian nyamplong dicampur air abu, berfungsi agar kain hilang dari minyak dan bahan pengembang kain; (2) kain yang telah dihilangkan minyak atau lemak tersebut diseterika, dan diberi pola (motif hias) sesuai dengan selera pengrajin batik Tanjungbumi. Untuk memberi judul batik Tanjungbumi memang agak unik, misalnya Cengpanceng, Bangkopi, Rongterong, Perkaper, Slekoh, Tarpoteh dan lain-lainnya.(3) keunikan lain pada saat pemberian warna dengan sistem gentongan. Maksudnya setelah kain yang dibatik sudah diberi lilin dengan canting, atau dengan canting cop, berikutnya di beri warna dengan sistem perendaman. Pada umumnya warna yng digunakan adalah warna Biru Tua (Gedung), dan pewarnaannya dilakukan cukup lama, agar bahan pewarna alam tersebut dapat masuk pada serat kain secara merata. Setelah pewarnaan pertama, ada lilin yang dihilangkan, dan berikutnya direndam dengan warna merah tua, dengan bahan pewarna alam juga. Sehingga perendamannya menjadi cukup lama, sampai ber bulan-bulan. (4) proses penghilangan lilih batik dengan menggunakan air panas pada gentong berikutnya sampai selesai. Sistem Gentongan ini menjadi kekhasan proses pewarnaan Batik madura Tanjungbumi. (5) saat ini mereka sudah mengembangkan diri, sistem gentongan ini sudah banyak ditinggalkan pengrajin, dan hanya 3 sampai 5 perajin yang masih tetap mempertahankan sistem gentongan ini.

Perkembangan Motif Batik dan Ukir Madura

Model dan pengembangan motif hias batik Tanjungbumi ini banyak didukung oleh keberadaan batik pada setiap pengrajin yang menghasilkan warna, bentuk, dan motif yang bervariatif. Kevariatifan motif hias ini berdasar pada pertemuan antar warga, atau saat mereka berpameran bersama. Melihat temannya menciptakan motif hias yang baru, berikut teman yang lainnya menciptakan yang lain, sehingga dengan persaingan sehat ini menimbulkan kekayaan motif hias batik Tanjungbumi Madura. Kalau Tahun 1986 kami baru menemukan 25 jenis motif hias, namun sekarang sudah mencapai 1000 jenis motif hias. Untuk mendokumentasikan motif hias tersebut Dinas Perindustrian Kabupaten Bangkalan mengidentifikai perkembangan motif batik Tanjungbumi, yang sudah di unggah di laman web.
  

 Motif hias ukir Madura dikenali sejak zaman kerajaan, sehingga eksistensinya lebih nampak. Ukir Madura pada umumnya bersentra di Karduluk. Para perajin sampai saat ini masih mempertahankan ukiran Madura khas ini, sebab salah satu model ukir an Madura adalah motif hias yang bertumpuk. Mulai dar zaman Kerajaan majapahit, Ukiran kayu sangat mewarnai kekriyaan di Nusantara, karena ukiran ini pada umumnya diterapkan pada benda-benda fungsional, seperti Meja kursi, almari dan tempat tidur. Pada Tahun 1989 kami juga melakukan penelitian motif hias ukir Madura dan juga mendokumentasikan motif hias ukian gebyok di Asta Tenggi. Bahkan para perajin ukir di Karduluk setelah saya ajak diskusi mereka banyak yang belum mengetahui ukiran kayu yang berada di Asta Tenggi. Bila dibandingkan memang mempunyai perbedaan krakteristiknya.
 Motif ukiran Madura mempunyai kekahasan yang rumit bertumpuk dan berlubang, sehingga ukiran Madura ini banyak di minati oleh para kolektor. Bila kita menengok ukiran Madura yang bersifat lakaran, yaitu daun dan bunga, yang mempunyai karakter garis-garis yang kuat dan tajam, seperti gambar berikut ini. 



Pada gambar tersebut dapatlah kita lihat bahwa motif hias bunga disusun sepereti daun bersirif tinggal dan runcing-runcing. Namun bila kita amati secara keseluruhan kelihatan ada harmonisasi kesatuan garis-garis dalam pola lakaran ukiran Madura,



Penutup

Mencari akar batik Madura di Tanjungbumi sebagai ikon daerah yang merupakan kearifan lokal, belum dilakukan penelitian yang bersifat sejarah. Pwerkembangan dari tahun-ke tahun, di mana batik Tanjungbumi ini adalah bagian dari Batik Pesisiran Jawa Timur, yang mempunyai keanekaragaman yang unik dan menarik. Tulisan ini boleh dikembangkan menjadi base data penelitian lanjut, dan silakan untuk dikembangkan sesuai dengan aturan yg berlaku.
Sekelumit uraian ini semoga bermanfaat sebagai kasanah pengembangan wawasan tentang eksistensi batik Nusantara, yang boleh dijadikan sebagai wahana untuk melengkapi aktivitas pembelajaran batik dalam pembelajaran seni budaya pada kurikulum KTSP, maupun Kurikulim K13





Tidak ada komentar:

Posting Komentar